PALANGKARAYA – Indonesia sudah mencanangkan target nol emisi karbon atau Net Zero Emissions pada 2060 untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik. Salah satu strategi untuk mencapai target ini adalah mengembangkan nilai ekonomi karbon dan memanfaatkan energi terbarukan seperti biodiesel dan bioavtur.
“Untuk mencapai target net zero emissions Indonesia membutuhkan lebih banyak pasokan kelapa sawit,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman di Palangkaraya pada 14 November 2023.
Tanaman sawit terbukti mampu menghasilkan bahan bakar terbarukan dan ramah lingkungan. Inovasi dari tanaman sawit ini terus dilakukan dengan berbagai strategi. Selain meningkartkan pemanfaatan sawit untuk bahan bakar, pemerintah juga mengembangkan energi bersih dan ramah lingkungan.
Menurut Eddy Abdurrachman, dengan target nol emisi karbon, peran tanaman sawit mau tidak mau harus ditingkatkan. Karena itu, keberlanjutan komoditas ini harus sama-sama dikawan dan dijaga. Apalagi produksi minyak kelapa sawit mentah pada 2025 diperkirakan hanya mencapai sekitar 44 juta metrik ton.
Sementara itu, Direktur Jendral Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Yudo Dwiananda Priadi mengatakan program mandatori Biodiesel merupakan salah satu kunci dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia.
“Implementasi biofuel melalui B35 pada 2023 memiliki alokasi dari domestik sebesar 13,15 juta kilo liter dan diharapkan mencapai 13,9 juta kilo liter pada 2025,” katanya. Hingga September 2023, kontribusi domestik dalam B35 sudah mencapai 8,9 juta kilo liter atau 68 persen serta yang diekspor telah mencapai 121.000 kilo liter.
Tidak hanya biodiesel, Indonesia kini tengah mengembangkan penggunaan energi terbarukan lainnya yang berbahan kelapa sawit seperti bioavtur. “Ini sudah mulai diuji coba pada pesawat terbang komersial,” katanya. Bioavtur yang merupakan hasil penelitian Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB). (NYT)