PALEMBANG – Para petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) mempraktekkan pembuatan biochar dengan menggunakan bahan baku dari tandan kosong (tankos) sawit. Biochar merupakan arang aktif dengan kandungan karbon yang cukup tinggi.
Praktek pembuatan biochar ini diselenggarakan di Desa Bumi Kencana, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (25/9/2025). Hadir sebagai instruktur dalam kegiatan ini adalah Mirza Arif Zainal dari Yayasan Agathis Dammara Karbon dan Arif Firmansyah sebagai praktisi pengguna biochar. Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Acara ini merupakan rangkaian dari kegiatan Aspekpir karena sebelumnya telah dilaksanakan di Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kabupaten Pelalawan di Provinsi Riau.
Baca Juga: Pemanfaatan Biochar dari Tankos Sawit Tekan Penggunaan Pupuk Kimia
Ketua Umum Aspekpir Setiyono mengatakan kegiatan ini melibatkan 110 petani sawit anggota Aspekpir di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. “Harapan kami, anggota Aspekpir di Musi Banyuasin bisa membuat biochar secara mandiri karena bahan bakunya (tandan kosong sawit) sangat melimpah,” katanya.
Setiyono juga mengucapkan terimakasih kepada BPDP yang selalu memberikan mensupport kegiatan kegiatan Aspekpir. “Ini adalah kerjasama yang baik antara BPDP dengan Aspekpir,” katanya.
Kelapa sawit yang kita tanam ini sudah satu siklus sehingga tingkat kesuburannya mulai berkurang, sehingga diperlukan upaya untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah. “Salah satunya dengan mengaplikasikan biochar dari tandan kosong sawit yang banyak tersedia di sekitar kita ini,” kata Setiyono yang juga transmigran dari Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini.
Baca Juga: Aspekpir Galakkan Pembuatan Biochar dari Tandan Kosong Sawit
Senior Analis Divisi UKMK Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Anwar Sadat yang hadir mewakili Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman mengapresiasi kegiatan ini karena sesuai dengan sasaran dari pendirian BPDP, yakni peningkatan kesejahteraan petani sawit.
“Harapan saya para peserta bisa mengikuti kegiatan ini dengan baik, menyerap materi yang disampaikan para pembicara dan mengaplikasikan biochar yang dibuatnya di kebun sawitnya. Apalagi tandan kosong sawit yang menjadi bahan baku (biochar) banyak tersedia di sini,” kata Anwar Sadat.
Dia juga mengapresiasi Aspekpir yang terus melakukan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi petani kelapa sawit ini. “Ini dalam rangka mempromosikan biochar kepada para petani sawit,” katanya.
Biochar ini, kata dia, salah satu fungsinya bisa mengikat hara dan air yang sangat bermanfaat bagi tanaman sawit. Harapannya dengan penggunaan biochar ini bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia yang saat ini harganya sangat mahal. “Sehingga dengan penggunaan biochar akan mengurangi biaya pemupukan,” katanya.
Baca Juga: Hashim Pimpin Asosiasi Biochar Indonesia Internasional
Berdasarkan data PASPI, kata dia, 1 ton tandan buah segar (TBS) akan menghasilkan sekitar 22% tandan kosong sawit. Sehingga ini jadi potensi yang besar untuk dijadikan bahan baku pembuatan biochar. “Tinggal nanti Aspekpir bisa melakukan kerjasama dengan pabrik kelapa sawit (PKS) untuk mendapatkan tandan kosong tersebut sebagai bahan baku biochar,” kata Anwar.
Anwar juga mengatakan bahwa dengan penggunaan biochar ini sebagai salah satu upaya kita menjawab isu-isu keberlanjutan yang digaungkan Uni Eropa. “Secara teori biochar ini menghasilkan karbon, sehingga ini sangat ramah lingkungan karena berasal dari bahan-bahan organik,” papar Anwar.
Pelaksana Tugas Camat Sungai Lilin Irfan Apriadi sangat mendukung inovasi ini untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit petani yang ada di Kecamatan Sungai Lilin. “Mari kita ikuti acara ini dengan seksama agar ilmu yg dipaparkan bisa kita serap,” katanya.
Mirza Arif Zainal mengatakan bahwa biochar kaya karbon yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak sempurna atau pembakaran tanpa oksigen atau oksigen terbatas dengan suhu di atas 250 Celcius. Pembakaran ini dilakukan dalam waktu dua jam atau lebih tergantung pada jenis biomassa yang digunakan.
Sementara itu, Arif Firmansyah mengatakan bahwa biochar memiliki nilai ekonomis dan menjadi produk yang layak dipasarkan oleh siapa saja yang mampu memproduksinya. Apalagi kebutuhan terhadap biochar tidak hanya terbatas pada individu atau perorangan atau kelompok tani, namun juga rumah tangga, komunitas sampai perusahaan perkebunan.
Dalam lima tahun terakhir ini, kata Arif Firmansyah, kebutuhan terhadap biochar semakin tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Peningkatan kebutuhan terhadap biochar tentunya tidak lepas dari tumbuhnya kesadaran pentingnya pertanian berkelanjutan sehingga kesehatan dan kesuburan tanah merupakan faktor signifikan.
Pembuatan biochar di Indonesia terus berkembang, baik yang skala kecil hingga pabrik berskala besar. Hal ini menunjukkan potensi biochar sebagai produk bernilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan oleh siapapun.
“Petani kelapa sawit punya peluang untuk memanfaatkan biochar sebagai produk yang layak dipasarkan di sekitar tempat tinggal maupun pasar yang lebih luas,” kata Arif Firmansyah. (SDR)