PANGKALAN BUN – PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro) memperkuat komitmennya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui inovasi hijau dengan membangun fasilitas methane capture. Rencananya, perseroan membangun fasilitas ini sebanyak 10 unit hingga tahun 2030.
Saat ini, Astra Agro telah memiliki dua fasilitas methane capture di Riau. Akhir tahun ini akan ada fasilitas methane capture yang ketiga yang lokasinya ada di Riau juga.
Methane capture ketiga yang dimaksud tersebut akan dilakukan commissioning pada Desember 2025. “Jadi pada Desember 2025 kita sudah punya tiga methane capture, tiga-tiganya di Riau. Tahun depan kita akan (bangun) di Sulawesi,” ungkap Djap Tet Fa, Presiden Direktur Astra Agro pada acara Talk to the CEO 2025 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (30/10/2025).
Baca Juga: Digitalisasi Astra Agro Jadi Kunci Ketelusuran Sawit
Menurut Djap Tet Fa, perseroan berencana membangun tujuh fasilitas methane capture lagi hingga 2030 mendatang. “Sehingga totalnya nanti ada 30 hingga 2030,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tet Fa menjelaskan untuk membangun satu methane capture diperlukan biaya sebesar Rp30-40 miliar. Kapasitasnya satu methane capture itu bisa mengurangi kira-kira 35.000 ton emisi karbon.
“Kalau ini kita punya 10 (methane capture) kita akan bisa mampu menurunkan sampai 356.000 ton emisi karbon. Fokus kami target sampai 2030, kita komit untuk menurunkan 30% karbon emisi dari baseline tahun 2019,” tandasnya.
Baca Juga: Melihat Operasional Kebun Sawit Modern di Kalteng
Methan capture adalah teknologi yang mampu menangkap gas metana dari limbah sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME) dan mengubahnya menjadi sumber energi terbarukan (biogas). Teknologi ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 35.000 ton, serta memenuhi kebutuhan energi pabrik, yang mendukung komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dan target penurunan emisi.
Menurut Tet Fa, gas metana memiliki dampak yang lebih berbahaya terhadap lingkungan hidup karena merupakan gas rumah kaca yang kuat dan berperan besar dalam pemanasan global. Potensi pemanasan global hingga 80 kali lebih besar daripada karbon dioksida dalam jangka pendek.
Baca Juga: Astra Agro Perkuat Produktivitas Sawit Lewat Riset Terpadu
Selain itu, metana juga berkontribusi pada polusi udara, yang dapat menyebabkan kematian dini. Gas metana dapat menimbulkan bahaya keselamatan seperti kebakaran serta ledakan pada konsentrasi tinggi.
“Oleh karena itu sangat penting bagi produsen CPO seperti kami untuk mengendalikan polusi gas metana ini. Kini melalui fasilitas methan capture kami dapat mengolah gas metana menjadi biogas yang kami gunakan sebagai bahan bakar alternatif operasional pabrik,” jelas Tet Fa.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), industri CPO di Indonesia menghasilkan total 28,7 juta ton limbah POME per tahun. Pemanfaatan POME menjadi biogas sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mendorong bauran energi baru terbarukan (EBT) khususnya bioenergi. (SDR)

