PONTIANAK – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menegaskan bahwa komoditas kelapa sawit telah terbukti menjadi penyelamat perekonomian nasional di kala Indonesia dilandas krisis.
“Sawit sudah tiga kali menyelamatkan perekonomian negeri ini. Saat krisis 1998, badai global 2008, dan ketika pandemi Covid-19 melumpuhkan dunia, sawitlah yang berdiri tegak,” kata Eddy Martono saat memberikan sambutan pada acara Borneo Forum 2025 di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (21/8/2025).
Kendati demikian, kata Eddy Martono, banyak persoalan yang mendera di dalam industri perkebunan kelapa sawit nasional. Mulai dari persoalan yang datang dari dalam negeri maupun dari manca negara.
Baca Juga: Buka Borneo Forum 2024, AHY Tekankan Pentingnya Kepastian Hukum Tanah
Kendati demikian, kata Eddy, persoalan perekonomian global tak semuanya menjadi ancaman bagi komoditas kelapa sawit. Dia mencontohkan soal perang tarif yang digaungkan Amerika Serikat (AS) justru menjadi peluang bagi industri sawit di dalam negeri.
Karena itu, kata dia, momentum tersebut tidak boleh hilang. “Perang tarif global justru memberi ruang lebih lebar bagi Indonesia untuk memimpin pasar sawit dunia. Tapi keberhasilan itu hanya bisa dicapai jika tata kelola dikelola lebih rapi, transparan, dan inklusif,” papar Eddy Martono.
Baca Juga: Persoalan PSR hingga Kebun Sawit di Kawasan Hutan Dibahas di Borneo Forum Ke-VI
Di sisi lain, dalam kesempatan tersebut Eddy Martono mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023, ada sebanyak 2.281 perusahaan sawit di Indonesia. Namun dari total perusahaan sawit tersebut hanya ada 749 perusahaan perkebunan sawit yang menjadi anggota GAPKI.
Sebanyak 749 perusahaan perkebunan sawit tersebut memiliki total lahan mencapai 3,7 juta hektare (ha) atau sekitar 30% dari total 2.281 perusahaan sawit. Sementara itu di Kalimantan Barat, dari 325 perusahaan, hanya 78 yang tergabung dalam GAPKI. “Sebuah PR besar yang belum terselesaikan,” kata Eddy Martono. (SDR)