JAKARTA – Maskapai Garuda Indonesia menggunakan bioavtur minyak sawit untuk penerbangan komersial rute Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang ke Bandara Internasional Adi Soemarmo, Solo (pp), Jumat (27/10/2023). Bioavtur produksi PT Pertamina (Persero) tersebut diberi nama Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Bahan bakar ini merupakan campuran antara avtur dengan minyak inti sawit. SAF digunakan pada pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737-800 NG dengan nomor registrasi PK-GFX.
Dengan demikian, Garuda Indonesia menjadi maskapai pertama di Indonesia yang melakukan penerbangan komersil menggunakan bahan bakar bioavtur. Bahkan, menjadi yang pertama di dunia menggunakan bahan bakar dengan campuran minyak inti sawit.
SAF atau bioavtur produksi Pertamina ini merupakan bahan bakar ramah lingkungan karena dengan adanya penggunaan campuran komponen minyak sawit, maka dapat mengurangi emisi gas buang pesawat terbang.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, upaya penggunaan bahan bakar ramah lingkungan pada salah satu pesawat Garuda Indonesia merupakan komitmen perseroan dalam mendorong transisi energi.
“Ini bentuk keseriusan kami, dan kami berharap Garuda Indonesia dipersepsikan sebagai perusahaan yang mengedepankan keberlanjutan dan masa depan anak cucu kita,” ujarnya saat Ceremonial Flight Sustainable Aviation Fuel di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jumat (27/10/2023).
Sebelum dilakukan penerbangan komersil secara resmi, produk SAF telah melalui serangkaian uji coba pada mesin dan unit pesawat. Pengujian dilakukan mulai dari cell test di fasilitas milik Garuda Maintenance Facility (GMF), ground run, hingga uji terbang menggunakan pesawat militer dan komersil.
Pertamina bersama Garuda Indonesia sudah terlebih dahulu melakukan uji coba terbang pesawat Boeing 737-800 NG menggunakan SAF pada 4 Oktober 2023. Uji terbang dilakukan selama 60 menit dengan melintasi area udara Pelabuhan Ratu.
Uji terbang pada pesawat komersil tersebut merupakan kelanjutan dari uji coba penerbangan perdana menggunakan bioavtur pada 6 Oktober 2021. Kala itu uji coba dilakukan pada pesawat militer CN235 milik PT Dirgantara Indonesia dengan menempuh jarak Bandung-Jakarta.
Hasil uji coba pertama untuk penerbangan yang menggunakan bahan bakar campuran antara avtur dan 2,4% minyak inti sawit itu, menunjukkan emisi yang dihasikan lebih rendah, yaitu 0.2948 kg CO2 Eg/liter dibandingkan avtur fosil yang sebesar 0.2995 kg CO2 Eq/liter.
Serangkaian pengujian yang telah dilakukan hingga ke penerbangan komersil menunjukkan bahwa performa SAF memiliki kualitas yang sama dengan avtur konvensional. Hal ini menjadi jawaban dari upaya Pertamina mengembangkan bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan.
“Penerbangan khusus ini akan menjadi tonggak sejarah di industri aviasi yang berkelanjutan,” ujar Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Alfian Nasution dalam kesempatan yang sama.
SAF Dipasarkan secara Komersil
Irfan mengatakan, setelah dilakukan penerbangan perdanan menggunakan bahan bakar SAF, Garuda Indonesia akan berdiskusi dengan Pertamina dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa produk bioavtur ini layak digunakan secara komersial.
“Setelah ini tentu kita diskusi dalam pihak Pertamina, Kementerian ESDM dan pihak yang lain untuk memastikan bahwa ini secara komersial itu masuk akal,” ucap Irfan.
SAF sendiri merupakan hasil inovasi dan kolaborasi antara subholding Pertamina. Melalui fasilitas Green Refinery PT Kilang Pertamina Internasional di Kilang Cilacap, SAF menggunakan metode co-processing Hydrotreated Esters and Fatty Acids (HEFA), dan telah sesuai dengan standar internasional.
Nantinya SAF akan dipasarkan melalui PT Pertamina Patra Niaga untuk industri aviasi di Indonesia dan tidak menutup kemungkinan kepada pasar aviasi internasional. Alfian menuturkan, pihaknya akan menyiapkan Kilang Plaju dan Kilang Dumai untuk menggenjot produksi bioavtur menjadi tempat produksi SAF.
Saat ini produksi SAF hanya dilakukan di Kilang Cilacap dengan kapasitas produksi baru sebesar 1.350 kiloliter (KL) per hari. “Saat ini (kapasitasnya) 1.350 KL per day. Namun kita menyiapkan Kilang Plaju dan Kilang Dumai, itu kan kilang green refinery kita berikutnya, nanti lihat kondisi lah,” kata dia.
Harga SAF Lebih Tinggi dari Avtur
Irfan mengungkapkan, dalam penggunaan SAF pada salah satu pesawat Garuda Indonesia tersebut, harga belinya merupakan kesepakatan antara Garuda Indonesia dan Pertamina. Namun dia berharap harga bioavtur itu bisa ada patokan harga yang merupakan kesepakatan semua pihak.
Lantaran, dirinya berharap semakin banyak pesawat di Indonesia yang mengikuti jejak Garuda Indonesia untuk mulai menggunakan SAF sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. “Mudah-mudahan nanti harga jual bioavtur adalah kesepakatan semua pihak,” kata dia.
Terkait harga jual bioavtur tersebut, Alfian pun mengatakan, bahwa pihaknya akan melakukan diskusi lebih lanjut di internal perusahaan, lantaran belum ada patokan harga. Namun, dia memastikan harga SAF akan lebih tinggi dari harga avtur konvensional. “Mungkin kita diskusi lebih lanjut dulu, yang jelas harganya di atas harga avtur,” ucapnya. (SDR)