JAKARTA – Tanggal 18 November ditetapkan sebagai Hari Sawit Nasional. Peringatan Hari Sawit Nasional ini pertama kali dimulai pada tahun 2017 silam. Hal ini untuk memperingati penanaman perdana kelapa sawit di Indonesia secara komersial di kebun Sungai Liput dan Pulu Raja pada 18 November 1911.
Tujuan dari penetapan Hari Sawit Nasional adalah untuk semakin mengenalkan dan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu produsen sawit terbesar di dunia. Lantas apa harapan pengusaha sawit nasional?
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan industri sawit Indonesia merupakan penyumbang devisa yang sangat besar bagi negara. Kelapa sawit juga terbukti menyerap tenaga kerja yang sangat besar.
Pada waktu terjadi pandemi Covid-19 pun, kata Eddy Martono, sektor kelapa sawit masih memberikan sumbangan devisa yang sangat besar sehingga neraca perdagangan nasional tetap positif. GAPKI berharap bahwa industri sawit harus dilindungi dengan kebijakan yang kondusif, karena Indonesia selain produsen minyak sawit terbesar di dunia juga sebagai konsumen minyak sawit terbesar di dunia.
“Agar industri ini dapat bertahan dan terus memberikan sumbangsih terhadap bangsa dan negara Republik Indonesia yang kita cintai ini,” kata Eddy Martono kepada SAWITKITA, Jumat (17/11/2023).
Perlunya Peringati Hari Sawit Nasional
Hari Sawit Nasional dinilai perlu diperingati setiap tahunnya, mengingat pentingnya peran industri sawit dalam perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan industri sawit telah membantu kemajuan daerah-daerah terpencil, membantu mengentaskan kemiskinan dan mendongkrak perekonomian bangsa.
Misalnya pada 2020 lalu bersama dengan komoditi pertanian lainnya kelapa sawit berkontribusi 2,5% di pada III/2020. Indonesia merupakan negara pemasok produksi sawit terbesar di dunia. Hal ini terbukti pada 2019, negara kita dapat memproduksi hingga 43 juta ton rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 3,61% dengan luas lahan mencapai 11,5 juta hektare (ha).
Asal Usul Tercetusnya Hari Sawit Nasional
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia pada skala luas dan komersial dibentuk oleh M. Adrien Hallet, seorang agronomis berkebangsaan Belgia. Bersama Administratur Kebun Tembakau Tanjung Morawa Kiri, Hallet sepakat memanen buah dari pohon-pohon hias yang ditanam pada 1903 di sepanjang pinggir jalan. Hal ini menjadi awal dari dibangunnya pembibitan pertama pada 19 Juli 1911 di Sungai Liput dengan menanam sebanyak 50.000 biji kelapa sawit.
Hallet mendaftarkan konsesi Pulu Raja dengan modal 1,4 juta francs ke Société des Huileries de Sumatera (atau perusahaan minyak Sumatera yang berlokasi di Brussel) pada 18 November 1911. Modal ini dimanfaatkan untuk mengembangkan kelapa sawit dengan skala besar di Sumatera.
Di waktu yang bersamaan, bibit muda kelapa sawit pertama ditanam di Sungai Liput, dan Pulu Raja pada November 1911 dan selesai pada Desember 1911. Momentum inilah yang dipercaya sebagai pilar pencanangan awal terbentuknya kebun kelapa sawit komersial pertama di Indonesia dan tanggal 18 November tersebut diusulkan sebagai Hari Sawit Indonesia.
Perkembangan Industri Sawit di Indonesia pada awal 1990-an cukup berfluktuasi yang dipengaruhi oleh perang dunia I, perang dunia II, dan perang kemerdekaan. Pada 1968 investor asing seperti World Bank dan Asian Development Bank mulai berkontribusi dalam pembangunan perkebunan dengan pembukaan areal kelapa sawit di luar wilayah tradisional.
World Bank juga membantu pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat melalui kebijakan olah Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pembangunan perkebunan rakyat pertama dilakukan di Riau oleh PTP V dan PTP II di Sungai Rokan dan Tandun pada 1979. Selanjutnya pada 1980 dibangun Kebun Ophir di Sumatera Barat oleh PTP VI, dan pembangunan kebun Sungai Dekan di Kalimantan Barat oleh PTP VII pada 1981. (SDR)