JAKARTA – Indonesia perlu memiliki badan khusus yang fokus mengurusi kelapa sawit. Keberadaan badan khusus tersebut diharapkan bisa membuat kebijakan yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir.
Hal itu dikatakan Penasehat Rumah Sawit Indonesia (RSI) Tungkot Sipayung dalam Media Gathering di Jakarta, Kamis (4/1/2024) lalu. Menurut Tungkot, selama ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait kelapa sawit bersifat parsial.
“Indonesia merupakan raja sawit global, tapi cara berpikir dalam pengelolaan sawit nasional belum sampai ke level juara dunia,” kata Tungkot yang juga sebagai Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) ini.
Menurut perhitungan Tungkot, saat ini terdapat 17 kementerian/lembaga (K/L) di Tanah Air yang mengurusi sawit. Masing-masing memiliki job desk yang berbeda dan kerap kali malah saling bertentangan.
“Cara berpikir dalam mengelola sawit masih sendiri-sendiri, tak jarang masih saling mengunci, baik dari sisi kebijakan maupun implementasi. Ada 17 K/L yang mengurusi sawit, alhasil dalam pengurusan perizinan itu kadang tak selesai-selesai karena prosesnya yang rumit,” kata dia.
Contoh, kebijakan minyak goreng yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah aspek hilir, tapi tidak terkoordinasi dengan aspek hulu. Dengan banyaknya K/L yang mengurusi sawit, kata Tungkot, perlu dipikirkan adanya badan khusus yang menangani sawit, yakni Badan Sawit Nasional, selevel kementerian dan di bawah langsung presiden.
Selama ini, pengelolaan sawit nasional di bawah kendali Kemenko Perekonomian. Namun dengan banyaknya komoditas, maka sawit tidak menjadi prioritas. Padahal, sawit merupakan komoditas strategis yang berkontribusi ekspor hingga USD40 miliar setiap tahunnya.
“Badan Sawit Nasional bisa menjadi solusi kelembagaan karena pengelolaan sawit itu butuh integrasi,” jelas Tungkot.
Sekretaris Jenderal RSI Muhammad Ferian menambahkan Indonesia sangat layak memiliki badan khusus yang mengurusi kelapa sawit mengingat komoditas ini telah terbukti memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Pada 2022 lalu, devisa negara yang dihasilkan dari sawit mencapai sekitar USD40 miliar atau setara sekitar Rp600 triliun.
Industri kelapa sawit, kata Ferian, ikut berperan besar dalam menyejahterakan masyarakat di perdesaan. Kelapa sawit juga menjadi tumpuan hidup bagi 16,2 juta orang tenaga kerja, yang terdiri dari 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga tidak langsung. “Karena itu tak berlebihan apabila komoditas ini perlu diatur oleh satu lembaga khusus,” kata Ferian.
Solusi kelembagaan dalam pengelolaan sawit itu diharapkan bisa menjadi fokus dari pemerintahan baru. Kompleksnya pengelolaan sawit nasional tersebut, termasuk banyaknya K/L yang terlibat, akan menjadi salah satu bahasan dalam diskusi berjudul Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan: Mau Dibawa ke Mana Sawit Kita? yang digelar RSI, Rabu (10/1/2024) besok. “Refleksi Industri Sawit ini akan menjadi acara tahunan,” ujar Ketua Umum RSI Kacuk Sumarto pada kesempatan yang sama.
Dalam acara ini akan dibahas dinamika pengusahaan sawit Indonesia pada 2023 serta melihat kondisi ke depan, baik peluang maupun tantangannya. Hasil diskusi itu diharapkan menjadi referensi bisnis ke depan dan rekomendasi bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan peraturan yang mampu menciptakan iklim investasi yang aman dan berprospek baik.
Diketahui, RSI didirikan dan dideklarasikan pada 23 Juni 2023 di Medan, Sumatera Utara. Adapun yang mendirikan 17 orang sebagai pribadi dan atau mewakili perusahaan. “Mereka merupakan pelaku sawit dengan idealisme mewujudkan kondisi pengusahaan perkelapasawitan yang kondusif, kompetitif (produktif, efisien, berkelanjutan) melalui upaya-upaya kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan,” tutur Kacuk.
Menurut Kacuk, RSI hadir karena keprihatinan para pendiri atas iklim usaha yang kurang kondusif, posisi tawar UKM dan petani yang lemah, serta pemberdayaan seperti peremajaan sawit rakyat (PSR) yang lambat. “RSI ingin menjadi mitra pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang komprehensif mencakup hulu-hilir sawit,” kata Kacuk. (SDR)