JAKARTA – Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Keberadaan sawit ini menjadi penopang perekonomian nasional. Bahkan di kala Indonesia dihantam pandemi Covid-19 pada 2020-2022 lalu, bisnis kelapa sawit tetap tangguh. Tanaman yang sejatinya berasal dari Afrika ini menjadi penyelamat perekonomian Indonesia.
Bisnis kelapa sawit memang menggiurkan. Sehingga tak mengherankan apabila banyak pengusaha kelas kakap terjun ke bisnis ini. SAWITKITA merangkum beberapa pengusaha papan atas tanah air yang memiliki bisnis kelapa sawit. Siapa saja mereka? Berikut ini, nama-nama mereka:
1. Franky Oesman Widjaja
Franky Widjaja merupakan putera dari konglomerat pendiri Grup Sinar Mas, Eka Tjipta Widjaja, yang meninggal pada Januari 2019 di usia 95 tahun. Pada 2022, Forbes mencatat total kekayaan keluarga Widjaja mencapai USD10,8 miliar atau sekitar Rp157,2 triliun dan sempat menduduki peringkat ketiga orang terkaya di Indonesia.
Sebelum menerima berbagai posisi tertinggi di Grup Sinar Mas, Franky merupakan lulusan Universitas Aoyama Gakuin, Jepang dan lulus dengan gelar Sarjana Perdagangan pada 1979. Franky menjabat sebagai Chief Executive Officer di Golden Agri-Resources Ltd. sejak tahun 1996.
Dia menjabat sebagai Kepala Divisi Produk Agri-Bisnis dan Makanan Konsumen Grup Sinar Mas. Dia juga sempat menjabat sebagai Wakil Presiden anak perusahaan GAR di Indonesia, PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk.
Sejak 1982, dia telah terlibat dalam berbagai bisnis termasuk pulp dan kertas, properti, kimia, jasa keuangan dan pertanian. Dia menduduki dewan direksi di beberapa perusahaan Sinar Mas.
Baca Juga: Genggam Aset Rp42,6 Triliun, Sinar Mas Jadi Perusahaan Sawit Terbesar di Indonesia
Di PT SMART Tbk (SMART) dia didapuk sebagai Chairman and CEO. PT SMART memiliki ratusan ribu hektare. Aktivitas utama perusahaan ini terdiri dari penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PK), hingga memprosesnya menjadi produk seperti minyak goreng, margarin, shortening, biodiesel dan oleokimia, serta perdagangan produk berbasis kelapa sawit ke seluruh dunia.
SMART juga mengoperasikan 16 pabrik kelapa sawit, 4 pabrik pengolahan inti sawit, 4 pabrik rafinasi, 2 pabrik biodiesel dan 1 pabrik oleokimia di Indonesia.
Selain minyak curah dan minyak industri, produk turunan SMART juga dipasarkan dengan berbagai merek, seperti Filma dan Kunci Mas. Saat ini, merek-merek tersebut memiliki pangsa pasar yang signifikan di segmennya masing-masing di Indonesia.
2. Martua Sitorus
Martua Sitorus berada di peringkat 14 sebagai orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun lalu. Menurut data real time billionaires Forbes, saat ini dia memiliki kekayaan bersih sebesar USD2,7 miliar atau Rp39 triliun.
Pada tahun 1991, Martua bersama dengan Kuok Khoon Hong mendirikan Wilmar. Saat awal berdiri, perusahaan ini memiliki kurang dari 10.000 hektare (ha) kebun kelapa sawit di Sumatera Utara.
Beberapa produk yang dikeluarkan Wilmar antara lain minyak goreng Sania, minyak goreng Fortune, minyak goreng Sovia, tepung terigu Sania, minyak goreng Siip, dan lainnya. Hingga kini Wilmar sudah punya lebih dari 500 pabrik dengan jaringan distribusi yang luas mencakup China, India, Indonesia, dan lebih dari 50 negara lainnya.
Siapa sangka, kehidupan Martua Sitorus di masa kecil jauh berbeda dibanding sekarang. Saat kecil, pria asal Pematang Siantar itu harus kerja keras demi bisa menyelesaikan pendidikan hingga bangku kuliah.
Segala upaya dia lakukan untuk bisa menambah pemasukan. Bahkan sampai berjualan udang dan jadi loper koran di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Ia dikenal sebagai orang yang gigih dan pantang menyerah. Berkat hal tersebut, Martua mampu menamatkan kuliahnya di Universitas HKBP Nomensen di Medan. Usai menyelesaikan kuliah, Martua mulai bisnis kecil-kecilan. Dia sempat berdagang di Kota Medan.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan Kuok Khoon Hong, pengusaha asal Malaysia. Dia lah yang menjadi rekan bisnis Martua yang membawanya menjadi pengusaha kelas kakap.
Pertemuannya dengan Kuok Khoon Hong atau William menghasilkan ide bisnis yakni pengolahan kelapa sawit pada tahun 1991. Perusahaan ini pun diberi nama Wilmar Internasional yang diambil dari gabungan nama depan mereka William dan Martua, Wil-Mar.
Wilmar mulanya mengelola 7.100 ha kebun kelapa sawit. Seiring berjalannya waktu, perusahaan ini terus berkembang hingga mampu membangun pabrik sendiri untuk memproduksi minyak kelapa sawit. Bisnis itu pun tetap kokoh meski dihajar krisis.
3. Anthoni Salim
Anthoni Salim menempati peringkat ke-3 orang terkaya di Indonesia versi Forbes 2021. Adapun kekayaannya saat ini sebesar USD8,5 miliar atau Rp122,7 triliun. Sumber kekayaan Anthoni Salim tidak hanya berasal dari produk mi instan, Indomie, tapi juga dari kelapa sawit.
Diketahui bisnis kelapa sawit keluarga Salim dijalankan lewat perusahaannya Indofood Agri Resources Ltd. Sementara di bawah Grup Salim, ada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit, seperti PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP).
Beberapa tahun ke belakang, Grup Salim mengakuisisi banyak perusahaan kelapa sawit yang membuat lahan miliknya menjadi makin luas.
4. Sukanto Tanoto
Sukanto Tanoto berada peringkat ke-21 orang terkaya Indonesia versi Forbes 2021. Kekayaannya saat ini tercatat sebesar USD1,9 miliar atau Rp27,4 triliun.
Dia yang memulai bisnisnya pada 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak, kini dikenal sebagai konglomerat pemilik grup usaha Royal Golden Eagle International (RGEI) yang dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura.
RGEI bergerak di berbagai industri, di antaranya kertas dan pulp (Asia Pacific Resources International Holding Ltd), dan industri perkebunan kelapa sawit (Asian Agri dan Apical).
5. Bactiar Karim
Bachtiar Karim memiliki nama lahir Lim Ek Tjioe. Lahir di Medan, Sumatera Utara pada, 5 November 1957. Dia seorang pengusaha dari Indonesia dengan julukan “Raja Sawit dari Medan”.
Ia beserta saudaranya dikenal sebagai pimpinan Musim Mas Group, yang bergerak di lini bisnis utama minyak sawit atau CPO. Ia adalah anak sulung dari empat anak Anwar Karim dan bergabung dengan usaha ayahnya sejak 1981. Pada 2015, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, ia menduduki peringkat ke-10.
Musim Mas sendiri sebenarnya sudah dirintis oleh kakeknya sejak 1932 di Meda. Awalnya perusahaan tersebut memproduksi sabun dengan nama pabrik Nam Cheong. Ketika kakeknya meninggal, ayah Bachtiar, Anwar Karim, belum bisa meneruskan usaha itu karena baru berusia 12 tahun.
Namun ketika usianya menapaki 20 tahun, ia mulai dipercaya membesarkan pabrik sabun itu dan berkembang dengan mendirikan pabrik refinasi. Tahun 1972, Anwar Karim mulai menggunakan nama Musim Mas, setelah sebelumnya sempat menggunakan nama PT Lambang Utama.
Nama Musim Mas sendiri merupakan terjemahan dari nama ibunda Anwar (bahasa China) yang kalau diindonesiakan menjadi Musim Semi Mas. Tahun 1988, Musim Mas pun mengembangkan usahanya ke perkebunan yang merupakan sektor upstream bisnis refinasi.
Keputusan menggarap sektor hulu karena sempat mengalami kesulitan mendapatkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Musim Mas masuk ke kebun kelapa sawit demi mendukung industri hilir yang sudah lebih dulu digarap.
Selain kelapa sawit, grup ini juga memiliki Hotel Mikie Holiday di Brastagi, Sumut, yang dibangun 2000. Selain itu juga ada PT Megasurya Mas yang memproduksi berbagai produk sabun, seperti Harmony, Medicare, Lervia, Lark dan Champion.
6. Ciliandra Fangiono
Ciliandra merupakan orang terkaya paling muda dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun lalu. Pengusaha 45 tahun ini berada di posisi 24. Kekayaannya saat ini tercatat sebesar USD1,83 miliar atau Rp26,4 triliun.
Dia adalah CEO First Resources Ltd, perusahaan yang tercatat di bursa efek Singapura. Perusahaan ini diketahui banyak menguasai ratusan ribu hektare lahan sawit di Indonesia.
7. Peter Sondakh
Peter Sondakh berada di peringkat 20 orang terkaya Indonesia versi Forbes 2021. Saat ini, kekayaannya sebesar USD2 miliar atau Rp28,9 triliun.
Dia Kepala Rajawali Corpora, perusahaan investasi yang portofolionya mencakup hotel, media, dan pertambangan. Dia juga memiliki perusahaan properti Grup Rajawali Property. Selain itu, dia pun memiliki perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT).
Sebagai catatan, taipan minyak sawit di Indonesia bukanlah hanya kelima pengusaha besar tersebut. Sebab, masih ada deretan orang terkaya RI yang meraup cuan melimpah dari hasil sawit di Tanah Air. Bahkan, menempati peringkat lebih tinggi di jajaran orang terkaya di Indonesia.
8. Lim Hariyanto
Lim Hariyanto, pendiri Bumitama Agri, produsen minyak sawit yang terdaftar di Singapura punya kekayaan bersih senilai USD1,1 miliar atau setara dengan Rp17,17 triliun dengan asumsi kurs Rp15.616 per USD.
Dengan kekayaan bersih tersebut, Lim Hariyanto yang kini berusia 96 tahun tercatat sebagai orang terkaya ke 36 atau naik dari posisi tahun lalu yang di angka 41. Forbes sekaligus menobatkannya sebagai orang terkaya Indonesia paling tua saat ini, di atas Mochtar Riady yang berusia 95 tahun.
Lim Hariyanto dan keluarganya memiliki saham mayoritas di produsen minyak sawit yang terdaftar di Singapura, yakni Bumitama Agri. Perkebunannya berada di Indonesia.
Lim Hariyanto punya tujuh anak, dua anaknya menjadi pemegang peran paling penting di beberapa perusahaan miliknya. Salah satu puteranya, yakni Lim Gunawan Hariyanto merupakan CEO Bumitama Agri, sedangkan salah satu putrinya, yakni Christina merupakan presiden komisaris perusahaan sekuritas, Harita Kencana Sekuritas.
Bumitama saat ini beroperasi di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Riau dengan unit usaha sebanyak 68 kebun (Estate) seluas 183.869 Ha (Planted Area) dan 14 Pabrik Kelapa sawit sebanyak (Mill) dengan kapasitas 945 ton/jam. Perusahaan ini terdaftar di Bursa Singapura sejak 2012.
9. Abdul Rasyid
Abdul Rasyid atau akrab disapa Haji Rasyid pernah masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia versi Forbes, pada tahun 2018. Kekayaannya saat itu USD600 juta atau setara Rp9 triliun dengan konversi USD1 adalah Rp15.001.
Rasyid dikenal sebagai pengusaha dermawan karena saban tahun dia mengirimkan ratusan ton beras zakat untuk masyarakat kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Rasyid merupakan pemilik Citra Borneo Indah Group (CBI) yang menaungi sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, perhotelan, perkebunan kelapa sawit, pelayaran, Bank Prekreditan Rakyat (BPR), dan peternakan.
Untuk sektor perkebunan, PT CBI memiliki 7 anak perusahaan; PT Sawit Sumbermas Sarana, PT Kalimantan Sawit Abadi, PT Mitra Mendawai Sejati, PT Sawit Multi Utama, PT Tanjung Sawit Abadi, PT Mirza Pratama, PT Menteng Kencana Mas. Khusus PT Sawit Sumber Mas Sarana, perusahaan ini mengelola lahan seluas lebih 115.000 hektare.
10. Widarto dan Santoso Winata
Widarto merupakan Direktur Utama PT Sungai Budi Group. Dia merupakan warga negara Indonesia yang lahir pada 1947. Bergabung dengan kelompok usaha Sungai Budi pada tahun 1966 dan sejak 1985 diangkat sebagai ketua kelompok usaha Sungai Budi.
Sementara itu, Santoso Winata merupakan Presiden Komisaris PT Sungai Budi Group. Dia merupakan warga negara Indonesia yang lahir pada 1962. Bergabung dengan kelompok usaha Sungai Budi sejak 1982.
Diketahui, Sungai Budi Group mendirikan PT Tunas Baru Lampung (TBLA) pada 1973 yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Kini TBLA menempati urutan kelima dalam daftar perusahaan sawit terbesar di Indonesia dengan asset sebesar Rp23,7 triliun.
Mulai 1990 hingga 1999, bisnis produksi minyak goreng dari Sungai Budi Group dikonsolidasikan ke dalam perusahaan ini. Pada 1996, perusahaan ini berekspansi ke Jawa Timur dengan mengakuisisi sebuah pabrik minyak goreng, dan pada 1999, perusahaan ini meningkatkan efisiensi dan kapasitas produksi pabrik tersebut.
Pada 14 Februari 2000, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Jakarta. Perusahaan ini kemudian juga membangun pabrik kelapa sawit kedua di Lampung. Pada 2004, perusahaan ini mengakuisisi PT Agro Bumi Mas, sehingga menjadi pabrik kelapa sawit ketiga di dalam perusahaan ini.
Pada 2011, perusahaan ini membangun pabrik kelapa sawit keempat di Banyuasin, Sumatera Selatan dengan kapasitas 45 ton per jam. Setahun kemudian, perusahaan ini mulai membangun dermaga dan pabrik gula rafinasi dengan kapasitas 600 ton per hari, yang akhirnya mulai dioperasikan setahun kemudian.
Pada 2015, perusahaan ini mulai membangun pabrik biodiesel dengan kapasitas 1.050 ton per hari dan pabrik minyak goreng. Pada 2020, perusahaan ini mulai membangun pabrik pemurnian gliserin dan reesterifikasi asam palmitat.
11. Theodore Permadi Rachmat (Oei Giok Eng)
Theodore Permadi Rachmat atau dikenal TP Rachmat lahir di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat pada 15 Desember 1943. Awalnya ia dikenal dengan kiprahnya sebagai pimpinan Grup Astra, perusahaan yang didirikan oleh pamannya William Soeryadjaya (Tjia Kian-Liong).
Ia memulai kariernya sebagai sales Astra pada 1968, setelah dia lulus, ia masuk sebagai karyawan ke-15. Pada tahun 1972, ia dipecaya untuk mengelola United Tractors, anak usaha Astra yang bergerak di bidang alat berat, hingga 2005.
Setelah dari Astra, ia mendirikan perusahaan sendiri yaitu Triputra Group yang bergerak di beberapa bidang seperti karet olahan, batu bara, perdagangan, manufacturing, agribisnis, dealership motor dan logistic. Selain itu bersama Edwin Soeryadjaya, saudara sepupunya, ia turut terlibat membesarkan perusahaan tambang batu bara di Kalimantan, PT Adaro Energy. TP Rachmat memiliki harta sebesar USD5 juta.
Salah satu anak perusahaan Triputra Group adalah PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet. Bisnisnya dioperasikan terutama dari perkebunan dan pabrik di Jambi (Sumatera), Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. IPO pada April 2021. Untuk memperluas areal perkebunan, perseroan melakukan investasi di perusahaan perkebunan lain melalui joint venture dan akuisisi perusahaan.
12. Robert Wijaya dan Maria Wijaya
Dalam laman perusahaan memang tak tercantum siapa pemilik Permata Hijau Sawit (PHS). Tapi dalam catatan resmi pemerintah khususnya data pengadilan pajak Ditjen Pajak dan Mahkamah Agung dalam kasus perpajakan, disebut nama perusahaan Permata Hijau Sawit (PHS) sebagai pemilik adalah Robert Wijaya dan Maria Wijaya.
Permata Hijau Group (PHG) merupakan salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 1984. Mengutip laman resminya, perusahaan yang berbasis di Medan, Sumatera Utara ini operasinya mencakup seluruh rantai nilai minyak sawit. Mulai dari perkebunan hulu hingga industri tengah dan hilir untuk menghasilkan produk bernilai tambah dan mengirimkan produknya ke seluruh dunia.
Produk PHG di antaranya minyak sawit untuk kebutuhan industri, minyak laurat, biodiesel, lemak khusus, oleokimia, dan minyak goreng kemasan untuk rumahan. Minyak goreng yang diproduksi PHG diberi merek Permata, Panina, Palmata, dan Parveen.
PHG tercatat memiliki total lahan 17.100 ha per 2020. Dari total lahan tersebut, 79,5% atau seluas 13.600 ha ditanam kelapa sawit. Sementara lahan dalam skema perkebunan rakyat seluas 3.400 ha. Kebun kelapa sawit PHG seluruhnya ditanam di Sumatera Utara. Jumlah produksi CPO per tahun 202 sebesar 2,87 juta ton.
Dalam laman resminya juga, PHG adalah anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Lewat keanggotaan tersebut, perusahaan berupaya membangun industri yang berkelanjutan dan telah sukses mengklaim pencapaian.
Dengan jaringan distribusi perusahaan yang luas, PHG saat ini menjadi perusahaan kelapa sawit yang terintegrasi penuh dan salah satu eksportir utama produk kelapa sawit.
13. Andi Syamsudin Arsyad
Andi Syamsudin Arsyad lebih dikenal sebagai Haji Isam. Ia merupakan seorang pengusaha tambang batu bara dan sawit asal Kalimantan Selatan.
Haji Isam juga dikenal sebagai crazy rich berdarah Bugis pemilik Jhonlin Group. Harta kekayaan Haji Isam kemungkinan mencapai Rp10 triliun.
Kendati kini dikenal sebagai sosok kaya raya, Haji Isam tidak lahir dari keluarga konglomerat. Haji Isam mengumpulkan harta kekayaan berawal dari bekerja sebagai tukang ojek dan operator alat berat.
Kisah perjalanan usaha Haji Isam ini berawal di Kalimantan Selatan, meski ia bukanlah keturunan asli daerah tersebut. Andi Syamsuddin Arsyad bin Andi Arsyad lahir di Batulicin, Kalimantan Selatan pada 1977, tapi orang tuanya berasal dari daerah lain.
Keluarga Haji Isam berasal dari sebuah desa di Bone, Sulawesi Selatan, daerah itu adalah daerah etnis Bugis. Ayah Haji Isam adalah pedagang tembakau yang merantau ke Kalimantan Selatan, namun Haji Isam mengawali pekerjaannya sebagai sopir pengangkut kayu.
Haji Isam muda lalu mengenal penambang batu bara lokal bernama Johan Maulana. Sejak 2001 dia ikut Johan Maulana dan belajar cara mengelola pertambangan. Setelah belajar dua tahun dari Johan, Haji Isam muda memulai langkah pentingnya di bisnis batu bara yang kemudian mengubah hidupnya.
“Pada 2003 Pak Johan meminjami saya modal menyewa alat berat tambang,” kata Haji Isam.
Jadilah dia kontraktor pelaksana di PT Arutmin Indonesia, yang bagian dari PT Bumi Resources Tbk milik keluarga Bakrie, lewat bendera CV Jhonlin Baratama. Setelah usahanya meluas CV pun berubah menjadi PT Jhonlin Baratama.
Kini PT Jhonlin menambang hingga 400.000 ton batu bara per bulan. Omzetnya sekitar Rp40 miliar per bulan. Dengan asumsi tersebut kekayaan dia telah mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Perusahaan milik Haji Isam kemudian bertambah. Bisnis penerbangannya diatur Jhonlin Air Transport, yang memiliki dua Fokker dan dua helikopter.
Di bidang perkapalan berada dalam bendera Jhonlin Marine yang membawahi armada 16 kapal tongkang pengangkut batu bara. Di bidang agrobisnis, terdapat Jhonlin Agromandiri yang mengelola perkebunan kelapa sawit. Bahkan dia memiliki pabrik biodiesel bernilai Rp2 triliun yang dikelola Jhonlin Agro Raya Tbk. (SDR)