JAKARTA – Sebanyak 3,3 juta hektar lahan kebun sawit yang berada di kawasan hutan akan diputihkan, yakni diubah statusnya sebagai area legal dengan tuntutan harus memenuhi persyaratan legal dan taat hukum. Dengan perbaikan tata kelola yang baru ini, tanaman kelapa sawit yang terlanjur berada di kawasan hutan tidak perlu dicabut atau dimusnahkan.
“Ya kita putihkan terpaksa. emang mau kita apakan lagi, masa mau kita copotin. Logikamu saja, yah kan tidak,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers Tata Kelola Sawit di Jakarta pada 23 Juni 2023.
Pemutihan lahan sawit di kawasan hutan ini bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit di Indonesia. Pemilik lahan sawit yang diputihkan nantinya harus menaati aturan antara lain membayar pajak dan melaporkan hasil produksinya.
“Tapi dia setelah nanti legal, kita putihkan dia (harus) taat hukum, bayar pajak, bayar aturan dan seterusnya,” katanya. Saat ini, pemerintah lebih fokus pada perbaikan tata kelola industri kelapa sawit di Indonesia. “Kita mau beresin ini dari hulu ke hilir,” katanya.
Menurut Menko Luhut, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)luasan lahan sawit di Indonesia mencapai 16,8 juta hektare. Padahal, asumsi pemerintah luasan lahan sawit saat ini berkisar 14,4 juta hektare.
Perusahaan diminta melakukan pelaporan mandiri atas kondisi lahan perkebunan disertai dengan bukti izin usaha yang dimiliki. Laporan itu dapat diakses melalui website SIPERIBUN mulai tanggal 3 Juli hingga 3 Agustus 2023.
“Satgas hari ini dengan tegas menghimbau agar, agar pelaku usaha melakukan pelaporan mandiri atas kondisi lahan perkebunan disertai dengan bukti izin usaha yang dimiliki,” katanya.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah ini merujuk UU Cipta Kerja yang membolehkan lahan sawit ilegal di atas hutan ini menjadi legal. Hal itu tercantum dalam pasal 101 a dan b.
Dalam Pasal 110 a UU Ciptaker dikatakan, “Perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki Perizinan Berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.”
Kurun waktu yang dimaksud akan berakhir di tanggal 2 November 2023 ini. Luhut bilang Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit Dan Optimalisasi Penerimaan Negara akan melakukan penyelesaian masalah lahan 3,3 juta hektare sesuai pasal 110 a dan b UU Ciptaker.
Sementara, Pasal 110 b menyatakan, “Perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha, tetap dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.” (NYT)