JAKARTA – Produktivitas kelapa sawit salah satunya dipengaruhi oleh proses penyerbukan bunga yang berkaitan langsung dengan produksi tandan buah segar (TBS). Kelapa sawit termasuk tanaman menyerbuk silang karena waktu mekar bunga betina dan jantan yang berbeda satu sama lain sehingga serangga polinator berperan penting dalam mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksi kelapa sawit (Prasetyo & Susanto, 2012; Situmeang dkk., 2017).
Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) merupakan salah satu serangga yang berperan penting dalam proses penyerbukan kelapa sawit, pelepasan kumbang E. kamerunicus di Indonesia pada 1982 secara signifikan meningkatkan produktivitas kelapa sawit dari 40% ke 60% (Buletin Entomologi, 2015).
Aplikasi kumbang E. kamerunicus dapat meningkatkan kualitas (nilai fruit set) tandan sawit dari 36,9% menjadi 78,3% dan kuantitas (produksi minyak sawit) juga meningkat sebesar 20%. Kumbang Elaeidobius kamerunicus merupakan agen penyerbuk kelapa sawit yang paling efektif karena beradaptasi sangat baik dan merupakan host specific bunga kelapa sawit.
Baca Juga: Meningkatkan Fruit Set TBS dengan Penyerbukan Berbasis Drone
Selain itu, nilai tambah kumbang polinator ini adalah memiliki pergerakan yang lincah, daya jelajah yang kuat dan luas, serta mampu berkembang biak dengan cepat. Serangga Elaeidobius kamerunicus bersifat monofag dan dapat berkembangbiak dengan baik pada bunga jantan kelapa sawit sehingga tidak memerlukan penyebaran ulang.
Selain itu, keefektifan penyerbukan oleh serangga ini dapat mencapai bunga betina pada tandan bagian dalam sehingga pembuahan terjadi lebih sempurna (Solin et al 2019). Peningkatan hasil produksi kelapa sawit yang signifikan karena peranan kumbang E. kamerunicus tentu berkaitan dengan dinamika populasi serangga ini, seperti kelimpahan populasi dan frekuensi kunjungannya ke bunga kelapa sawit.
Elaeidobius kamerunicus (kumbang sawit) adalah penyerbuk utama dari bunga kelapa sawit. Kondisi populasi kumbang sawit dalam suatu lingkungan perkebunan kelapa sawit sangat menentukan tingkat keberhasilan dari produksi buah.
Baca Juga: Perkebunan Kelapa Sawit di Kalteng sedang Tidak Baik-Baik Saja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi populasi kumbang sawit, selain dari faktor internal, juga dari varietas tanaman, pola cocok tanam, pemupukan, dan pengendalian hama terpadu serta kondisi lingkungan fisik dan biotik.
Asmawati (2019) melaporkan bahwa populasi serangga E. kamerunicus pada pertanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, jumlah spikelet, dan periode masaknya bunga jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan dinamika populasi kumbang E. kamerunicus sebagai serangga penyerbuk utama pada tanaman kelapa sawit.
Fitraini dkk. (2018) menyatakan bahwa tipe metamorfosis kumbang E. kamerunicus adalah metamorfosis sempurna. Bentuk serangga pra-dewasa (pupa dan larva) sangat berbeda dengan imago (serangga dewasa).
Fase yang sangat aktif makan yaitu larva, selanjutnya fase pupa (fase peralihan) tidak memiliki kokon (tipe pupa eksarata) sehingga dapat dilihat langsung dengan jelas bagian-bagian tubuh seperti moncong, tungkai dan sayap yang mulai terbentuk. Lama hidup imago jantan yaitu 35–46 hari, lebih pendek dibanding dengan imago betina yang memiliki kisaran 55–65 hari.
Baca Juga: Mengenal Tandan Partenokarpi dan Cara Pengendaliannya
Secara fisiologi, ternyata serangga E kamerunicus memiliki ukuran tubuh yang kecil berwarna coklat kehitaman dengan rambut-rambut halus, sehingga pada saat melakukan aktivitas pencarian pakan di bunga jantan, banyak polen yang menempel pada tubuhnya dan akhirnya terbawa ke bunga betina.
Selain itu, memiliki moncong (weevil) panjang dengan sayap depan (elytra) tebal dan sayap belakang tipis (membraneus).
Walaupun demikian, secara fisik terdapat perbedaan antara serangga E.kamerunicus betina dan jantan. Di antaranya imago E. kamerunicus betina memiliki tubuh lebih kecil (3,15 mm), bentuk punggung membulat dan berwarna cokelat mengkilat, moncong lebih panjang, rambut pada tubuhnya lebih halus dan pendek dari imago jantan dan tidak terdapat tonjolan pada pangkal elitra (Haran et al., 2020).
Sedangkan Imago E. kamerunicus jantan berukuran lebih besar (3,35 mm) dari imago betina, moncong lebih pendek, terdapat rambut pada tubuhnya, dan sepasang tonjolan pada bagian pangkal elytra. (SDR-Dikutip dari makalah Amallia Rosya, SP, M.Si)