JAKARTA – Salah satu kondisi yang membuat petani sawit khawatir belakangan ini adalah rendahnya nilai fruit set pada tandan buah segar. Fruit set adalah perbandingan atau rasio buah yang berkembang karena terjadi penyerbukan dalam satu tandan buah sawit (TBS). Nilai fruit set erat kaitannya dengan kandungan minyak yang diperoleh dalam satu TBS karena buah yang berkembang akan membentuk daging buah (mesocarp) yang mengandung minyak.
Karena itu nilai fruit set yang tinggi sangat diharapkan karena dapat menghasilkan minyak sawit lebih banyak. Nilai fruit set yang rendah tentu merugikan petani. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan nilai fruit set antara lain penyerbukan bantuan (assisted pollination) hingga introduksi Elaeidobius kamerunicus berbasis teknologi Hatch & Carry.
Untuk membantu petani meningkatkan nilai fruit set, Dr. Agus Susanto dan Tim Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melakukan penelitian konsep pengantaran kumbang dan serbuk sari menggunakan Unmanned Aerial Vechile (UAV) atau drone. Ringkasan riset yang didanai oleh BPDPKS ini diterbitkan dalam buku ringkasan Grant Riset Sawit 2023 dengan judul Teknologi Pengantaran Serbuk Sari (Pollen Vectoring Technology) untuk Penyerbukan Kelapa Sawit.
Baca Juga: Energi Photon untuk Atasi Bercak Daun Pada Pembibitan Sawit
Menurut Dr. Agus Susanto, penelitian ini merupakan pengembangan dari sistem Hatch & Carry yang sudah ada untuk meningkatkan efektivitas penyerbukan sehingga nilai fruit set sawit meningkat. Konsep teknologi yang ditawarkan dalam penelitian ini antara lain teknik produksi massal sumber kumbang penyerbuk selaku vektor serbuk sari melalui manipulasi peletakan telur di sumber bunga jantan dengan berbagai tingkat kemekaran.
Selain itu, target yang ingin dicapai adalah optimasi material pembawa kumbang penyerbuk, dan optimasi material pembawa untuk serbuk sari. Konsep teknologi juga diharapkan dapat dilakukan kalibrasi drone untuk pengahantaran kumbang penyerbuk sebagai agen polinasi.
Pada tahun pertama, penelitian ini sukses menyelesaikan dua konsep tahapan yaitu teknik produksi massal kumbang penyerbuk dengan manipulasi peletakan telur dan optimasi material pembawa kumbang penyerbuk. Dalam penelitian ini 100 ekor kumbang individu merupakan perlakuan yang paling efisien. Hasilnya adalah tingkat multiplikasi 5 kali pada tingkat kemekaran bunga jantan 25%; 17 kali pada tingkat 50%; 20 kali pada tingkat 75% dan 24 kali pada tingkat kemekaran bunga jantan 100%.
Baca Juga: Mengubah POME dengan Mikrolaga Menjadi Bahan Bernilai Tambah
Sedangkan tingkat kemekaran bunga jantan untuk memperoleh individu E. kamerunicus tertinggi adalah 100%, tingkat kemekaran 50% dapat menjadi alternatif pengganti.
Hasil analisis percobaan optimasi material pembawa kumbang penyerbuk menunjukkan bahwa durasi penyimpanan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat mortalitas kumbang E. kamerunicus. Semakin lama durasi penyimpanan pada masing-masing taraf material pembawa, kepadatan kumbang, dan suhu inkubasi maka tingkat kematian kumbang akan semakin meningkat.
Durasi simpan yang terbaik adalah 3 hari dengan suhu optimum 10-15 °C dengan jenis material millet sebagai pilihan terbaik pada kepadatan rendah, dan kaul jagung pada kerapatan tinggi.
Drone selanjutnya akan mengangkut perangkat insect release mechanism (IRM) dengan komposisi media millet sebagai pembawa, polen dengan konsentrasi 3 g/L, serta dengan kepadatan 2000 kumbang per volume uji. Implementasi teknologi ini diharapkan mampu meningkatkan nilai fruit set sawit dengan model penyerbukan menggunakan drone. (NYT)