JAKARTA – Pemutihan terhadap perkebunan kelapa sawit ilegal di Indonesia dapat dilakukan oleh pemerintah pusat karena adanya perintah dari Undang-Undang Cipta Kerja. Namun demikian, pemutihan kebun sawit yang dinilai ilegal tersebut hendaknya memperhatikan hak masyarakat.
“Sekarang ini yang perlu diingat oleh pemerintah pusat adalah hak masyarakat tetap harus menjadi perhatian utama ketika melakukan pemutihan,” kata Anggota DPD RI Agustin Teras Narang seperti dikutip Antara.
Menurutnya, pemutihan kebun sawit ilegal digunakan untuk menambah kawasan hutan dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Selain itu, menurutnya, pemutihan kebun kelapa sawit hanya dilakukan terhadap lahan akibat adanya keterlanjuran dan tetap memperhatikan plasma maupun kebun inti.
“Hendaknya pemutihan pun hanya terhadap lahan yang sudah ada kebunnya, masih aktif dan bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Kalau belum ada tanamannya, tidak diperkenankan pemutihan,” kata Teras Narang.
Mantan Gubernur Kalteng periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu pun menyarankan kepada pemerintah daerah, agar segera melakukan koordinasi dan meminta kejelasan kepada pemerintah pusat terkait adanya pemutihan kebun kepala sawit ilegal tersebut.
Dia mengatakan pemda, baik provinsi maupun kabupaten, harus mengetahui betul lokasi dan kebun kelapa sawit yang akan diputihkan itu milik siapa. “Pemda pun harus aktif juga dalam kapasitas sebagai pihak yang berada di lokasi di mana pemutihan itu diberikan,” ujarnya.
Informasinya, pemerintah pusat punya agenda untuk melakukan pemutihan kebun kelapa sawit ilegal di Kalimantan Tengah dengan luas mencapai ratusan ribu hektare (ha).
Hanya saja, rencana dan agenda pemutihan itu belum diketahui secara rinci oleh pemda Kalteng, dalam hal ini Dinas Perkebunan. “Saya berharap semoga pemerintah pusat tidak melanjutkan kebijakan yang sentralistik tanpa pelibatan peran daerah. Apalagi kebijakan yang dilakukan tidak efektif menjawab kebutuhan masyarakat daerah,” kata Teras Narang. (ANG)