JAKARTA – Indonesia berpotensi menjadi basis produksi bahan bakar nabati (BBN) dunia. Kelapa dan kelapa sawit menjadi komoditas utama yang berpotensi dikembangkan baik sebagai green fuel, biodiesel, maupun bio avtur.
“Namun perlu strategi yang komprehensif untuk pengembangan energi baru dan terbarukan berbasis minyak nabati. Ada strategi jangka pendek, menengah, dan panjang,” kata Wakil Ketua Umum Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina) Udhoro Kasih Anggoro dalam webinar “Kelapa dan Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Biofuel Berkelanjutan”, Jumat (1/11/2024).
Baca Juga: Pendanaan Subsidi Biodiesel Rawan Tak Berkelanjutan
Praktisi perkelapasawitan Joko Supriyono yang menjadi pembicara seminar menyampaikan tantangan yang dihadapi industri sawit Indonesia. Termasuk tantangan pengembangan biodiesel berbasis minyak sawit.
“Mengapa program mandatori biodiesel di Indonesia bisa berjalan dengan baik hingga saat ini, karena ada subsidi dari industri. Dana subsidi itu berasal dari pungutan ekspor sawit,” kata Joko.
Secara bisnis, kata Joko, sulit dikatakan jika program biodiesel sawit sudah feasible. Karena harga solar lebih murah dibandingkan harga biosolar. Selisih harga itulah yang disubsidi dari dana pungutan ekspor sawit.
Baca Juga: Program B40 Bakal Disubsidi Dana BPDPKS
“Di sisi lain, saat ini kita menghadapi tantangan produksi dan produktivitas. Dengan moratorium lahan sawit, pengusaha sudah tidak bisa memperluas kebun sawit mereka. Sementara itu, upaya meningkatkan produktivitas juga tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat,” katanya.
Pembicara lainnya, Dewan Pakar Maporina Suyoto Rais memaparkan prospek pengembangan bioavtur atau sustainable aviation fuel (SAF) berbahan baku kelapa non standar (reject).
“Secara teknis, kelapa non standar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku bioavtur. Dan produksi kelapa di Indonesia mencapai 14 juta ton, sekitar 30% di antaranya adalah kelapa reject,” kata Suyoto yang juga Ketua Umum Indonesia Japan Business Network (IJBNet).
Baca Juga: BPDPKS Dorong Pelaku UKMK Gunakan Produk Berbahan Sawit
Suyoto mengatakan, konsumsi kelapa dalam pasar minyak nabati global baru mencapai 2,1% dari total konsumsi 150 juta ton tahun 2018. Sekitar 59%, minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik dan 39% lainnya untuk industri pangan.
“Dari jaringan bisnis kelapa yang kami miliki, kami bisa tahu kalau tidak semua kelapa cocok untuk pangan. Misalnya kelapa yang tumbuh tunas, terlalu tua, pecah, rasa asam karena tumbuh di lahan pasang-surut. Di banyak tempat di Indonesia, kelapa jenis ini tidak laku dijual dan sering tidak masuk ke statistik produksi kelapa. Kami sudah survei ke lapangan, tahu persis keberadaannya dan siap mengolahnya menjadi menjadi bahan baku bioavtur,” kata Suyoto.
Ketua Umum Maporina Subandriyo mengapresiasi webinar tentang biodiesel dan bioavtur ini. Rangkuman hasil diskusi tersebut akan menjadi salah satu bab dalam buku “Rangkuman Diskusi dan Rekomendasi Maporina untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Hijau Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045”. “Buku ini kami terbitkan dalam rangka Ulang Tahun Maporina yang ke-25,” kata Subandriyo. (LIA)