JAKARTA – Sejumlah asosiasi di sektor perkelapasawitan mendesak pemerintah agar dibentuk satu badan khusus yang mengurusi soal kelapa sawit. Mereka beralasan dengan adanya badan khusus tersebut, diharapkan kebijakan terkait kelapa sawit dari hulu hingga hilir bisa terintegrasi dan berasal hanya dari satu pintu.
Suara itu di antaranya datang dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Rumah Sawit Indonesia (RSI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI).
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengungkapkan bahwa kerap kali pelaku usaha di industri ini merasa kebingungan dengan kebijakan yang tumpang tindih. Misalnya, kewajiban pelaku usaha untuk membangun kebun sawit rakyat melalui pola kemitraan dengan penduduk di sekitar wilayah operasi perusahaan.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) wajib membangun kebun untuk masyarakat paling sedikit seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
“Di sini ada tiga kementerian yang berbeda. Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan persyaratan yang berbeda-beda. Sebagai pelaku usaha bingung ngikut yang mana,” ungkap Eddy dalam diskusi Urun Rembuk Bersama Stakeholder Sawit Nasional di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Tuntuntan yang sama juga disampaikan Sekretaris Jenderal RSI Muhammad Ferian. Menurutnya Indonesia sangat layak memiliki badan khusus yang mengurusi kelapa sawit mengingat komoditas ini telah terbukti memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Pada 2022 lalu, devisa negara yang dihasilkan dari sawit mencapai sekitar USD40 miliar atau setara sekitar Rp600 triliun.
Industri kelapa sawit, kata Ferian, ikut berperan besar dalam menyejahterakan masyarakat di perdesaan. Kelapa sawit juga menjadi tumpuan hidup bagi 16,2 juta orang tenaga kerja, yang terdiri dari 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga tidak langsung.
“Karena itu tak berlebihan apabila komoditas ini perlu diatur oleh satu badan khusus,” kata Ferian pada acara Media Gathering yang diselenggarakan RSI di Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Sementara itu, Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga meminta, pemerintah untuk membentuk badan nasional khusus sawit. Hal itu diperlukan untuk mengatur industri sawit nasional secara satu pintu. Apalagi, menurutnya, industri merupakan penyumbang 20% produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Perlu ada badan nasional (sawit) yang berada langsung di bawah presiden. Keppres Nomor 9 Tahun 2023 juga perlu segera kita dukung. Ini saya kira badan komoditi nasional sawit 20% GDP bisa dihasilkan dari situ,” tutur Sahat dalam diskusi Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Sawit dan Tantangan Masa Depan yang diselenggarakan RSI di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Direktur Eksekutif PASPI Tungkot Sipayung juga menyampaikan, pembentukkan badan sawit akan mendorong kinerja industri sawit. Pasalnya, selama ini banyak lembaga dan kementerian yang mengatur sawit dengan kebijakan yang berbeda-beda.
“Kita jalan sendiri-sendiri, ada 17 kementerian atau lembaga yang terlibat (mengurus industri sawit), masing-masing memiliki kebijakan, (misal ketika) kita stop ekspor, tapi kurang antisipasi dampak hulu dan hilirnya,” katanya.
Menurut perhitungan Tungkot, saat ini terdapat 17 kementerian/lembaga (K/L) di Tanah Air yang mengurusi sawit. Masing-masing memiliki job desk yang berbeda dan kerap kali malah saling bertentangan.
“Cara berpikir dalam mengelola sawit masih sendiri-sendiri, tak jarang masih saling mengunci, baik dari sisi kebijakan maupun implementasi. Ada 17 K/L yang mengurusi sawit, alhasil dalam pengurusan perizinan itu kadang tak selesai-selesai karena prosesnya yang rumit,” kata dia.
Contoh, kebijakan minyak goreng yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah aspek hilir, tapi tidak terkoordinasi dengan aspek hulu. Dengan banyaknya K/L yang mengurusi sawit, kata Tungkot, perlu dipikirkan adanya badan khusus yang menangani sawit, yakni badan sawit, selevel kementerian dan di bawah langsung presiden.
Selama ini, pengelolaan sawit nasional di bawah kendali Kemenko Perekonomian. Namun dengan banyaknya komoditas, maka sawit tidak menjadi prioritas. Padahal, sawit merupakan komoditas strategis yang berkontribusi ekspor hingga USD40 miliar setiap tahunnya. “Badan sawit bisa menjadi solusi kelembagaan karena pengelolaan sawit itu butuh integrasi,” jelas Tungkot.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membentuk satuan tugas (Satgas) Sawit yang diketuai oleh Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada April 2023 lalu.
Satgas ini dibentuk untuk penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit, serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
Merespons hal tersebut, Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam Kemenko Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud menuturkan, ada kemungkinan badan komoditi sawit dapat diwujudkan. “Badan komoditi sawit silahkan, BPDPKS dulu tidak mungkin, tiga bulan bisa diwujudkan, kalau semuanya memang sepakat pasti akan terwujud,” jelas Musdhalifah.
Soal pembentukan badan khusus sawit ini mendapat dukungan politik dari Tim Pemenangan Nasional Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mereka mendukung didirikannya badan khusus sawit di Indonesia untuk mengatasi tumpang tindih aturan yang terjadi selama ini.
Timses Prabowo-Gibran, Panji Irawan menyampaikan, badan sawit ini nantinya memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan terkait kelapa sawit dalam negeri, sesuai dengan kesepakatan stakeholder nantinya. “Kalau memang mau bikin badan sawit, kami sepakat ya mungkin menyerupai otorita, memiliki wewenang untuk lintas sektoral,” ujar Panji Urun Rembuk Bersama Stakeholder Sawit Nasional di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Lebih lanjut Panji mengatakan, pihaknya akan melakukan terobosan-terobosan apabila Prabowo-Gibran keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 2024. Di antaranya, berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih aturan selama memimpin Indonesia.
“Oleh karena itu percayalah terkait tumpang tindih regulasi ini perlu diurai, lalu juga melalui pendekatan kelembagaan, ada otoritas tersendiri yang menangani masalah sawit melalui badan sawit,” jelasnya. (SDR)