JAKARTA – Stok minyak sawit di Indonesia dan Malaysia yang terus turun memicu kenaikan harga. Penurunan stok ini sebagai akibat dari turunnya produksi yang lebih besar dibandingkan ekspor.
Mengutip Reuters, kontrak minyak kelapa sawit Malaysia mengalami kenaikan pada perdagangan Selasa (19/12/2023) didorong oleh prospek penurunan produksi yang lebih rendah di negara-negara produsen utama dan menurunnya persediaan.
Menurut data dari regulator industri Malaysia, stok minyak sawit negaranya mengalami penurunan pertama kalinya dalam tujuh bulan. Hal ini karena penurunan produksi yang lebih besar dibandingkan ekspor.
Indonesia, selaku produsen minyak sawit terbesar di dunia, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat ekspor 3 juta metrik ton produk minyak sawit pada bulan Oktober, turun 31% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
Adapun, Indonesia berencana menetapkan harga referensi minyak sawit pada 16-31 Desember 2023 sebesar USD767,51 per metrik ton, turun dari harga USD795,14 pada paruh pertama bulan ini.
Kemudian, Intertek Testing Services melaporkan ekspor minyak sawit Malaysia pada paruh pertama Desember 2023 mencatatkan penurunan 13,6% (month-to-month/mtm) menjadi 591.490 metrik ton.
Badan perdagangan terkemuka juga mengatakan impor minyak sawit India melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan, dengan kenaikan 23% dari Oktober 2023. Hal ini karena para penyuling lebih memilih minyak tropis yang mengalami penurunan harga, dibandingkan minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Harga minyak sawit mungkin akan naik lebih tinggi ke kisaran 3,813-3,835 Ringgit per metrik ton, karena sempat berada di atas zona resistensi 3,775-3,781 Ringgit. Di lain sisi, harga minyak juga menguat karena serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah, sehingga berdampak pada perdagangan maritim. Para perusahaan juga mengubah rute mereka.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang perdagangan kontrak minyak kelapa sawit, Ringgit Malaysia, ditutup menguat 0,42% terhadap dolar AS. Ringgit yang lebih kuat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.
Tiga Hari Beruntun
Harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) kembali naik pada Rabu (20/12/2023). Dengan demikian, memperpanjang penguatan tiga hari beruntun.
Berdasarkan data BMD pada penutupan Rabu (20/12/2023), kontrak berjangka CPO untuk Januari 2024 naik 18 Ringgit Malaysia menjadi 3.719 Ringgit Malaysia per ton. Untuk kontrak berjangka CPO Februari 2024 meningkat 19 Ringgit Malaysia menjadi 3.759 Ringgit Malaysia per ton.
Sementara itu, kontrak berjangka CPO Maret 2024 terkerek 23 Ringgit Malaysia menjadi 3.778 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka CPO April 2024 bertambah 18 Ringgit Malaysia menjadi 3.768 Ringgit Malaysia per ton.
Sedangkan kontrak berjangka CPO Mei 2024 naik 15 Ringgit Malaysia menjadi 3.746 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka CPO Juni 2024 melemah 14 Ringgit Malaysia menjadi 3.716 Ringgit Malaysia per ton.
Dikutip dari Bernama, harga CPO di Bursa Malaysia Derivatives ditutup lebih tinggi untuk hari ketiga berturut-turut di tengah kekhawatiran atas masalah produksi dalam beberapa minggu mendatang.
Pedagang minyak sawit David Ng mengatakan menguatnya harga minyak mentah juga mengangkat sentimen di pasar.
“Oleh karena itu, kami melihat support di 3.650 Ringgit Malaysia dan resistance di 3.900 Ringgit Malaysia,” katanya.
Namun, kepala penelitian komoditas Sunvin Group yang berbasis di Mumbai Anilkumar Bagani mengatakan, melemahnya harga minyak nabati China dari level tertingginya. Hal itu seiring dengan menguatnya Ringgit Malaysia telah membatasi kenaikan harga CPO berjangka.
Ng mengatakan ekspor minyak sawit Malaysia periode 1-20 Desember yang diperkirakan Intertek Testing Services (ITS) sebesar 837.475 ton, turun 8,02% dibandingkan periode 1-20 November. “Angka ekspor tersebut sesuai ekspektasi pasar terhadap angka ITS yang sebesar 836.180 ton,” ujarnya. (SDR)