JAKARTA – Meski telah 100 tahun dikembangkan di Indonesia, namun kelapa belum menjadi komoditas strategis yang menopang perekonomian nasional. Industri kelapa Indonesia menghadapi tantangan signifikan terkait usia tanaman yang menua dan serangan hama.
“Data menunjukkan, 15% pohon kelapa Indonesia berusia lebih dari 50 tahun sehingga menurunkan produktivitas,” kata Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan Kementerian Pertanian, dalam paparannya yang dimuat kantor berita Antara, Kamis (6/3/2025).
Selain kondisi pohon yang menua, kata Kuntoro, serangan hama juga menurunkan produktivitas tanaman kelapa. Serangan hama brontispa longissima menyebabkan penurunan produksi kelapa hingga 60% atau setara dengan kerugian ekonomi yang mencapai Rp600 miliar per tahun.
Baca Juga: Perlu Strategi Komprehensif Kembangkan BBN Berbasis Kelapa dan Kelapa Sawit
Kuntoro menyampaikan, ada tiga strategi mengembangkan industri kelapa di Indonesia. “Tiga strategi utama itu yaitu digitalisasi rantai pasok, integrasi teknologi block chain untuk keterlacakan produk, dan diplomasi budaya. Ini merupakan langkah-langkah strategis menuju kedaulatan kelapa Indonesia di masa depan,” katanya.
Indonesia sebenarnya adalah salah satu produsen kelapa terbesar di dunia dengan luas areal perkebunan kelapa 3,3 juta hektare (ha). Dengan nilai ekspor yang mencapai USD1,25 miliar pada 2022, kelapa bisa menjadi salah satu komoditas untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan perekonomian nasional.
Menurut data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2022-2024, tanaman kelapa dapat ditemukan di semua provinsi di Indonesia. Provinsi Riau merupakan provinsi penghasil kelapa terbesar di Indonesia dengan produksi 417.000 ton dengan areal tanam seluas 442.000 ha.
Baca Juga: Pengelolaan Dana untuk Kakao dan Kelapa Digabung ke BPDPKS
Sementara itu, urutan kedua adalah Sulawesi Utara dengan luas 273.185 ha dan produksi 269.612 ton. Provinsi dengan produksi kelapa terbesar ketiga adalah Jawa Timur yang memiliki 228.525 ha dengan produksi 233.937 ton. Hampir seluruh perkebunan kelapa di Indonesia, atau sekitar 99%, adalah perkebunan rakyat dengan produktivitas rata-rata sebesar 1.329 kilogram per ha.
Peneliti Ahli Utama Pusat Tanaman Perkebunan pada Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ismail Maskromo, menyampaikan data dan fakta tentang komoditi kelapa sampai dengan kondisi terkini, yaitu luas, produksi dan produktivitasnya terus menurun.
“Menurut Statistik Perkebunan 2022-2024 dari Ditjenbun Kementerian Pertanian luas areal kelapa pada 2017 seluas 3.493.231 ha, menjadi 3.336.183 ha pada 2024, berarti berkurang 147.048 ha,” jelas Ismail pada Webinar EstCrops_Corner #1 – Strategi Peningkatan Produktivitas dan Keberlanjutan Perkebunan Kelapa, yang dihelat Pusat Riset Tanaman Perkebunan Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Jumat (28/2/2025).
Melihat kenyataan tersebut, tambah Ismail, salah satu solusinya yakni program peremajaan menggantikan tanaman tua dan rusak. Dengan luas areal 3.336.183 ha pada 2024, untuk peremajaannya membutuhkan 15% areal per tahun yaitu 500.427 ha. Jadi kebutuhan benih per tahunnya ialah 75.064.117 benih, dan benih menjadi penentu dalam pengembangan suatu komoditi.
“Untuk mendapatkan benih, dari hasil riset pemuliaan kelapa sampai dengan 2024 terdapat total 60 varietas kelapa. Ke-60 varietas tersebut meliputi berbagai tipe, antara lain Genjah Unggul Nasional ada 4 varietas, Genjah Unggul Lokal sebanyak 14, Dalam Unggul Nasional terdapat 11, Dalam Unggul Lokal yaitu 21, dan Hibrida sebanyak 10,” bebernya.
Ismail menambahkan, kelima tipe kelapa tersebut masing-masing mempunyai karakter yang spesifik dan memiliki keunggulan yang dapat digunakan sesuai tujuannya. Misalnya kelapa untuk minyak berbeda dengan kelapa untuk santan, air, dan sebagainya, sehingga pengembangan kelapa ini tidak semua kelapa cocok untuk semua produk.
Dari sekian banyak jenis kelapa di Indonesia, sampai sekarang sudah berhasil merilis varietas dan terus berjalan untuk memanfaatkannya. “Kita juga berharap agar bisa lanjut riset terkait kelapa hibrida, karena selama ini banyak memanfaatkan plasma nutfah yang ada di daerah. Ke depan kita harus merakit varietas-varietas unggul dari plasma nutfah yang ada,” tegasnya.
Sumber dan jumlah benih kelapa saat ini yang sesuai dengan tipe dan varietasnya terdiri dari Genjah Unggul Nasional ada 51.360 benih, Genjah Unggul Lokal sebanyak 1.069.296 benih. Selanjutnya, Dalam Unggul Nasional terdapat 139.144 benih, Dalam Unggul Lokal yaitu 1.146.940 benih, dan Hibrida sebanyak 45.000.
“Jadi totalnya kita hanya mampu menghasilkan kurang lebih 2.451.740 benih per tahun dari kebutuhan 75 juta benih atau 3% yang bisa dihasilkan. Dari apa yang sudah kita rilis varietasnya di seluruh Indonesia baik yang lokal maupun nasional,” terang peraih penghargaan Pemulia Terbaik pada Indonesia Breeder Award 2021 dari IPB dan PERIPI ini.
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mendukung penuh pengembangan industri kelapa di Indonesia. “Kita ingin Indonesia memiliki komoditas-komoditas unggulan selain kelapa sawit. Salah satu yang potensial untuk dikembangkan adalah budidaya kelapa. Kita sudah seratus tahun mengembangkan kelapa, bukan tidak mungkin kelapa akan seperti kelapa sawit bisa menjadi komoditas penyumbang devisa ekspor terbesae nasional,” Kepala Divisi Perusahaan BPDP Achmad Maulizal Sutawijaya, kepada SAWITKITA, Jumat (7/2/2025).
Meskipun saat ini kondisi petani kelapa belum sejahtera seperti petani kelapa sawit, melalui program pemerintah yang konsisten, petani kelapa bisa meningkat kesejahteraannya. Berbagai program strategis telah diluncurkan pemerintah seperti program tumpang sisip kelapa dengan padi gogo yang digagas sejak tahun lalu. (LIA)