JAKARTA – Musim kemarau berkepanjangan sebagai dampak terjadinya el nino yang melanda Indonesia saat ini diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap produksi minyak sawit. Bahkan diyakini produksi minyak sawit nasional tahun ini tetap bisa akan naik sekitar 5%.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono pada acara Press Conference IPOC 2023 di Jakarta, Selasa (3/10/2023). “Soal kemarau panjang tidak akan langsung berpengaruh di tahun ini. Tahun ini paling hanya terjadi keterlambatan panen,” katanya.
Menurut Eddy, kemarau berkepanjangan ini baru akan berdampak pada produksi minyak sawit pada tahun depan. “Di tahun depan akan terjadi penurunan produksi dengan catatan apabila dalam pemeliharaan tanaman sawit tidak bagus,” ujar Eddy Martono.
Tetapi, Eddy Martono, apabila pemeliharaannya bagus, maka produksinya tidak akan masalah. “Tapi kalaupun terjadi masalah produksi tidak akan separah di tahun 2015 atau di 2019,” katanya.
Tahun ini contohnya, di Kalimantan sudah terjadi kemarau hampir tiga bulan, tapi di Sumatera baru sekitar dua bulan. “Artinya tetap ada hujan. Ini tidak akan mempengaruhi produksi. Tapi kalau terjadi kemarau panjang dan tidak ada pemeliharaan yang bagus, maka pasti produksinya akan turun di tahun berikutnya, bahkan dampaknya masih dirasakan sampai dua tahun berikutnya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal (Sekjen) GAPKI Hadi Sugeng mengatakan kemarau panjang ini akan berdampak terhadap produksi apabila tidak dilakukan best agriculture practices atau praktik budidaya tanaman secara baik dan benar. Dampaknya pada produksi sampai dengan enam bulan bahkan hingga dua tahun mendatang.
“Jadi anggota GAPKI sudah memiliki pegangan bagaimana menghadapi kondisi el nino dengan best agriculture practices yang ada. Antara lain dengan mengurangi kegiatan cemis, mengoptimalkan pemupukan bahan-bahan organik, dan juga menyeleksi perawatan kebun yang ada kaitannya dengan burning,” kata Hadi Sugeng.
Beberapa kebun milik anggota GAPKI, kata Hadi Sugeng, rata-rata sudah dua bulan ini mengalami musim kemarau sehingga terjadi penundaan produksi. Namun demikian produksi di tahun ini diproyeksikan akan tetap tumbuh sekitar 5%.
Menurut Hadi Sugeng, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) hingga Juli tumbuh 17% equivalent dengan 32 juta ton. Sementara itu untuk konsumsi di dalam negeri ada pertumbuhan sekitar 11% atau hampir 13 juta ton baik itu untuk pangan, oleokimia, maupun biodiesel.
Selanjutnya volume ekspor minyak sawit naik signifikan 33% atau setara dengan 19,8 juta ton. “Yang kurang menggembirakan hanya satu parameter yaitu nilai ekspornya ada penurunan 18% menjadi Rp260 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Hadi Sugeng.
Pihaknya memprediksi produksi CPO dan PKO hingga akhir tahun ini akan mencapai sekitar 54 juta ton. Sementara itu juga akan ada kenaikan konsumsi di dalam negeri sekitar 23 juta ton karena ada efek tambahan B35. “Stok terus kita pertahankan di atas 3,2-3,3 juta ton akhir 2023,” kata Hadi Sugeng. (SDR)