JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan ada 537 perusahaan kelapa sawit yang memiliki izin usaha perkebunan (IUP), tapi tidak memiliki hak guna usaha (HGU) sejak 2016 hingga Oktober 2024. Perusahaan-perusahaan itu diperkirakan mengelola 2,5 juta hektare (ha) lahan perkebunan sawit.
Terkait temuan ini, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid akan memberikan sanksi tegas kepada 537 perusahaan sawit pemegang IUP yang beroperasi tanpa HGU tersebut. Sanksi utama yang akan diterapkan adalah berupa denda pajak, dengan besaran yang saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Sanksi utama yang akan diterapkan adalah denda pajak, dengan besaran yang saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” kata Nusron, dalam keterangan resminya, Kamis (31/10/2024).
Menurut Nusron, sanksi tegas patut diberikan kepada 537 perusahaan tersebut karena tidak patuh terhadap peraturan. Sementara itu, saat ini Kementerian ATR/BPN sedang menertibkan dan mengevaluasi, serta menahan terlebih dulu untuk sementara proses pengajuan pendaftaran maupun penerbitan HGU dari perusahaan-perusahaan itu.
Pun, dengan membayar denda tak menjamin perusahaan-perusahaan itu mendapatkan HGU, pemberian sertifikat akan tergantung pada iktilad baik dan sikap pemerintah.
“Itu yang kami bahas, bukan berarti setelah mereka membayar denda otomatis mendapatkan HGU. Keputusan final nanti tergantung itikad baik dan sikap pemerintah,” terang Nusron.
Penertiban juga dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada sebelumnya, yakni Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 27 Oktober 2016 terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 41.
Selain itu, ada juga Putusan MK terhadap uji materi Pasal 42 UU Perkebunan, di mana sebelumnya mengatur tentang kegiatan usaha budi daya tanaman perkebunan dan usaha pengelola hasil kebun hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat hak atas tanah dan/atau IUP.
Namun, melalui Putusan MK, kata atau pada kalimat ‘perusahaan yang telah mendapat hak atas tanah dan/atau IUP’ dihapuskan. Sehingga dengan ini seluruh perusahaan budi daya tanaman perkebunan dan perusahaan pengelola hasil kebun diwajibkan untuk memenuhi dua perizinan tersebut.
“Jadi sebelumnya yang boleh menanam kelapa sawit itu harus punya IUP atau punya HGU, sekarang dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi itu adalah punya IUP dan juga punya HGU,” kata Menteri Nusron. (SDR)