JAKARTA – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mendukung pengembangan produk hilir sawit melalui beragam penelitian dan pengembangan inovasi produk hilir sawit. Salah satu di antaranya yakni memberikan dukungan penelitian di sektor bioenergi berbasis minyak sawit.
Kepala Divisi Program Pelayanan BPDP Arfie Thahar menyebutkan terdapat 402 penelitian yang sudah didanai di berbagai bidang mulai dari pangan, oleokimia/biomaterial bioenergi, lingkungan, budidaya, pasca panen hingga sosial ekonomi.
“Hal ini merupakan salah satu upaya BPDP untuk melakukan penguatan, pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang saling bersinergi di sektor hulu dan hilir, demi terwujudnya industri sawit nasional yang tangguh dan berkelanjutan,” ujar Arfie sebagai narasumber dalam Seminar ‘Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi’ di Jakarta.
Baca Juga: Program PSR Dukung Kebijakan Mandatori Energi
Banyak riset yang dilakukan para peneliti baik yang berasal dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi yang mendapatkan dukungan pendanaan dari BPDP melalui Program Grant Riset Sawit.
Di antara penelitian tersebut antara lain berjudul: ‘Inovasi Lanjut Katalis & Teknologi Bensin Sawit dan Pengembangan Teknologi Produksi Percontohan Mix Industrial Vegetable Oil (MIVO) dan Minyak Makan Sehat dari Sawit’, yang dilakukan oleh peneliti dari ITB, yaitu Dr. CB Rasrendra, Prof Subagjo, Prof Harri Makertiharta, Prof Meliana dan lain-lain.
Ada juga riset berjudul: ‘Teknologi Produksi Biodiesel dari PFAD dengan Bubble Column Reactor Secara Non-Katalitik pada Tekanan Atmosferik Melalui Aplikasi Fine Bubble’ dari IPB dengan ketua peneliti Dr.Ir. Dyah Wulandani, MSi.
Sementara itu peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) lainnya juga telah melaksanakan penelitian berjudul: ‘Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar Terbarukan Tipe Drop-in via Dekarboksilasi dan Pirolisis Sabun Logam Berbasis Minyak Sawit’. Adapun para penelitinya adalah Ronny Purwadi, Meiti Pratiwi, Astri N, Istyami, dan Godlief F Neonufa.
Baca Juga: Tekan Emisi Global, Program B40 Dipuji Malaysia
Ada juga riset berjudul: ‘Kajian Pemakaian Biodiesel pada Engine Heavy Duty dengan Standar Euro 4 dan Pengaruhnya Terhadap Diesel Partikulat Filter dan/atau Catalytic Converter’. Penelitian ini dilakukan oleh lima orang peneliti dari BPPT yang sekarang menjadi BRIN. Mereka yakni Hari Setiapraja, Mokhtar, Rhesa Darojat, Awaluddin Yoga Saputra, dan Andi Tauji.
Itulah di antara penelitian di bidang bioenergi yang mendapatkan dukungan pendanaan dari BPDP. Dikatakan Arfie, dari penelitian dan pengembangan inovasi produk yang telah didanai BPDP bisa dimanfaatkan oleh para industri/investor karena hasil penelitian tersebut juga sudah lengkap sampai dengan kajian keekonomiannya.
BPDP, kata Arfie, dalam rangka komersialisasi dari hasil inovasi riset yang telah didanai BPDP sudah melakukan kerja sama dengan Asosiasi Inventor Indonesia (AII). Pihaknya memperkenalkan ragam riset kepada industri (investor) supaya penelitian tersebut tidak hanya selesai menjadi buku saja namun bisa dimanfaatkan/dipakai oleh industri. “Melalui kerja sama ini, AII mempertemukan antara inventor dengan investornya. Ada 15 penelitian yang sudah dipertemukan dengan calon investor,” sambung Arfie.
Upaya ini, akan terus ditempuh BPDP supaya penelitian (hasil riset) bisa dimanfaatkan dan ada industri yang bisa mengembangkannya di dalam negeri. “Hal ini dalam rangka untuk mencapai tujuan meningkatkan jumlah produk hilir sawit,” ujar Lulusan IPB University ini.
Baca Juga: Hulu Sawit Harus Diperkuat untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi
Pengembangan bioenergi merupakan implementasi dari kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yaitu untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Aqsha, Ph.D, Dosen Peneliti Pusat Penelitian Energi Baru dan Terbarukan ITB. mengatakan diperlukan sumber alternatif untuk energi terbarukan. Salah satunya dari bahan nabati seperti tumbuhan atau yang sering disebut biofuel.
Dibandingkan dengan bahan bakar yang biasa dipakai seperti minyak bumi, setidaknya biofuel memiliki tiga keunggulan; tidak akan habis dipakai, ramah lingkungan, serta proses pembuatan lebih aman dengan biaya lebih terjangkau.
“Contohnya biodiesel dan bioavtur yang berasal dari minyak nabati seperti minyak sawit dan tumbuhan tropis lainnya, bioenergi tersebut tidak mengandung logam berat dan memiliki sulfur rendah sehingga ramah lingkungan. Selain itu, bahan bakar tersebut dapat dibuat dengan lebih aman dalam skala kecil maupun besar dan murah karena tanaman penghasil minyak nabati dapat tumbuh dengan mudah di seluruh Indonesia,” ujar Aqsha
Menurut Aqsha, Indonesia punya produksi minyak nabati hampir yang terbesar di dunia. Hal itu didukung dengan angka produksi minyak sawit sebesar 52 juta ton di 2024. Untuk kebutuhan dalam negeri, minyak sawit banyak digunakan untuk keperluan minyak goreng, bahan oleokimia, dan bahan baku biodiesel yang mencapai 35% dari total produksi.
Aqsha menyampaikan bahwa pengembangan teknologi bioenergi hingga tahap komersialisasi perlu didukung banyak pihak, misalnya dari segi dana riset, industri, dan konsumen untuk mencapai target bauran energi terbarukan.
Jika kita berhasil membudidayakan minyak sawit sebagai salah satu energi alternatif, kata Aqsha, tentu kita akan meningkatkan daya tahan energi nasional, meningkatkan devisa, menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, dan menaikkan nilai tambah berbagai bahan mentah untuk produksi biofuel.
“Hal tersebut dapat menjadikan Indonesia sebagai epicentrum perkembangan teknologi biofuel dunia,” ujar Dosen Teknik Kimia, Teknik Bioenergi dan Kemurgi, Fakultas Teknik Industri (FTI) ITB seperti dikutip dari laman itb.ac.id ini.
Direktur Utama BPDP, Eddy Abdurrachman mengatakan bahwa Industri sawit berperan sangat penting bagi Indonesia karena melibatkan lebih dari 16 juta pekerja dengan banyak kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia antara lain nilai ekspor sebesar USD21,4 miliar dengan perkiraan kontribusi pendapatan dari industri sawit sebesar Rp14-20 triliun per tahun.
Sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia, Indonesia berharap tidak hanya menjadi penyedia bahan baku minyak nabati, tapi juga berbagai produk hilir sawit. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung produk hilir dengan nilai tambah dan ramah lingkungan termasuk bioenergi yang mendukung pencapaian net zero emission (NZE). Namun, perbaikan terus-menerus diperlukan untuk mencapai keberlanjutan industri sawit di Indonesia. (SDR)