JAKARTA – Pemerintah berkomitmen terus melakukan hilirisasi kelapa sawit. Langkah ini dilakukan agar tidak hanya terkonsentrasi kepada ekspor bahan baku, namun juga mampu menghasilkan produk akhir.
Hal itu ditegaskan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Nasional Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Menurutnya, kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas strategis penopang perekonomian nasional. Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi lebih dari 56 juta ton dan ekspor mencapai 26,33 juta ton.
Pada 2023, nilai ekspor kelapa sawit dan turunannya mampu mencapai USD28,45 miliar atau 11,6% terhadap total ekspor non migas, serta menyerap hingga 16,2 juta orang tenaga kerja langsung dan tidak langsung termasuk smallholders. Ekspor produk sawit Indonesia tersebut juga telah menjangkau lebih dari 125 negara guna memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan berbagai industri hilir lainnya.
Baca Juga:
- Genjot Hilirisasi Sawit, Kini Ekspor Didominasi Produk Setengah Jadi
- Pembentukan PalmCo Percepat Hilirisasi Sawit
Mempertimbangkan tingginya potensi sawit tersebut, kata Airlangga, pemerintah terus berupaya menciptakan nilai tambah dan mengembangkan industri hilir kelapa sawit agar tidak hanya terkonsentrasi pada bahan baku, namun juga mampu menghasilkan produk akhir.
“Pemerintah terus mendorong mandatori biodiesel yang saat ini sudah mencapai B35 dan sudah diujicobakan untuk B40, dan realisasi penyerapan biodiesel domestik tahun 2023 mencapai 12,2 juta kilo liter. Tentu ini sangat mempengaruhi untuk menyerap penggunaan CPO di dalam negeri,” ungkap Airlangga.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sebagai lembaga yang bertugas mengelola dana perkebunan kelapa sawit pun mendukung pengembangan produk hilir sawit ini.
Salah satu, caranya dengan melakukan penelitian dan pengembangan (Research & Development) bekerja sama dengan lembaga penelitian dan universitas. Nantinya, penelitian ini didanai BPDPKS lewat iuran pungutan ekspor yang dikumpulkan dari para pelaku usaha sawit.
Sejak 2015 hingga Mei 2023, jumlah dana yang terkumpul sebanyak Rp146,56 triliun. Dari jumlah itu, dana Rp519,67 miliar telah dikeluarkan untuk mendanai 293 penelitian yang dilaksanakan 37 lembaga penelitian dan 900 peneliti.
“Jadi begini, memang salah satu tugas BPDPKS memberikan dukungan pendanaan untuk pelaksanaan penelitan dan pengembangan riset yang dilaksanakan lembaga, universitas, dan peneliti. Banyak riset yang sudah kita lakukan menyangkut dari hulu sampai hilir, budi daya, pasca-panen, penerapan teknologi terkait hilirisasi bagaimana sawit berdasarkan inovasi melalui riset bisa dihasilkan komoditas hilir,” ungkap Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman.
Baca Juga:
- Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Masih di Level Medium
- Mentan Amran Tekankan Pentingnya Hilirisasi Sawit di Indonesia
Inovasi yang akan dilakukan adalah menyulap sawit menjadi helm hingga rompi anti peluru. Ini bisa dilakukan dengan menambahkan serat TKKS. Serat jenis ini memiliki sifat mekanis yang bagus dan dapat digunakan sebagai filler untuk meningkatkan kualitas fisik-mekanik helm proyek. Produknya dinamakan helm ramah lingkungan atau green composite (GC).
“Contoh itu dari sawit bisa dibuat helm itu komersial, rompi tahan peluru, bioplastik, dan banyak lagi temuan, inovasi, berasal dari penelitian tadi yang menghasilkan produk hilir dari sawit yang sudah dikomersialisasikan,” ucapnya.
Selain menjadi helm dan rompi anti peluru, cangkang sawit juga bisa menjadi bahan bakar alternatif seperti batu bara. Cangkang sawit memiliki kalori tinggi sehingga bisa dijadikan breket. Cara ini bisa membuat harga TBS (Tandan Buah Segar) juga naik.
Program penelitian dan pengembangan atau Litbang dan Riset perkebunan kelapa sawit dari aspek hulu hingga hilir yang dikembangkan BPDPKS merupakan salah satu upaya BPDPKS untuk melakukan penguatan, pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri kelapa sawit nasional.
“Semakin banyak hasil penelitian yang diberikan akan berdampak positif terhadap produk kelapa sawit Indonesia bagi petani dan di pasar global,” kata Anggota Komite Litbang BPDPKS Tony Liwang.
Menurutnya, yang diharapkan dari riset kelapa sawit adalah adanya produk baru. “Kebanyakan orang hanya mengetahui produk sawit adalah minyak goreng,” tuturnya.
Padahal, lanjut Tony, banyak produk terbuat dari bahan sawit, seperti sabun, shampo, bahkan helm sepeda motor terbuat dari serat sawit. “Hampir semua dari pohon sawit dapat menghasilkan berbagai produk hilir. Bahkan nilai tambahnya lebih banyak dari minyak sawit mentah atau CPO. Cangkang sawit misalnya banyak diekspor ke Jepang yang dapat menghasilkan filter air,” bebernya.
Peran BPDPKS tak hanya sampai di situ, Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini aktif melakukan sosialisasi kepada pegiat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Salah satunya dilakukan UMKM di Yogyakarta dan mahasiswa Politeknik LPP dan masyarakat umum yang digelar Maret 2024 lalu.
Dalam kesempatan tersebut Kepala Divisi UKMK BPDPKS Helmi Muhansyah mengatakan, salah satu capaian yang ingin diraih lewat gelaran tersebut adalah menjadikan UKMK sawit lebih baik dan naik kelas.
“Ini (kegiatan ini) perlu dilakukan karena sawit memberi banyak manfaat dalam kehidupan kita, termasuk lewat banyaknya hilirisasi produk sawit,” katanya pada saat pembukaan kegiatan yang berlangsung di Auditorium LPP Yogyakarta.
Helmi menuturkan, secara umum BPDPKS membuka peluang kolaborasi dengan seluruh pihak seperti asosiasi petani kelapa sawit, instansi pemerintah, perguruan tinggi dan pihak lain yang terkait.
Hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan, mengembangkan dan mendorong hilirisasi dan atau membuat produk-produk berbahan sawit terutama bagi pegiat UMKM. “Itu dilakukan salah satunya agar memberi nilai tambah dan kesejahteraan bagi para pelaku industri sawit termasuk pegiat UMKM,” sambungnya. (ANG)