JAKARTA – Seperti ledakan dinamit di tengah perbukitan berbatu, penyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan tentang adanya pemilik jutaan hektar lahan sawit yang tidak membayar pajak segera memicu kehebohan. Ia menyebut ada 9 juta hektar lahan sawit yang belum dipajaki pengelolanya.
“Kelapa sawit itu aporannya 14,6 juta hektare. Setelah kami audit, saya minta BPKP audit, karena kita mesti audit dulu supaya kita tahu dari mana mulai kerja. Baru saya tahu hanya 7,3 juta hektare yang bayar pajak,” kata Luhut di Hotel the Westin Jakarta, Selasa (9/5). Karuan saja pernyataan itu mengagetkan para pengusaha kelapa sawit.
Temuan Luhut itu berawal dari keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Luhut menjadi Ketua Pengarah Satgas Tata Kelola Industri Sawit. Ia bergegas minta kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit tata kelola industri sawit di Indonesia. Hasilnya, ya itu tadi ada 14,6 juta hektare lahan sawit. Tapi, yang bayar pajak baru 7,3 hektar.
Data temuan BPKP inipun belum membuatnya puas. Ia lagi-lagi minta agar BPKP melakukan audit lagi secara menyeluruh terhadap tata kelola industri sawit. Hasil audit menyeluruh ini membuatnya kembali kaget. ” Ternyata izin kelapa sawit ada 20,4 juta hektare, yang tertanam 16,8 juta hektare yang belum bayar pajak itu 9 juta hektare,” katanya.
Temuan inilah yang dilaporkan Luhut kepada Presiden Jokowi. Temuan itu juga disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Jadi saya bilang sama menteri keuangan, ‘Eh itu yang lain ke mana?’ Akhirnya Dirjen Pajak sekarang lari suruh nyari,” katanya. Tidak hanya berburu pajak yang belum terbayar, Luhut juga minta Presiden Jokowi mengambil langkah hukum untuk perusahaan sawit yang tidak bayar pajak.
Pernyataan Menko Luhut direspon Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono. Ia bilang perusahaan kelapa sawit anggota GAPKI atau bukan anggota selama ini sudah bayar pajak. Sebab, pengajuan sertifikat ISPO mensyaratkan bukti bayar pajak. Jadi, perusahaan kelapa sawit pasti membayar pajak untuk mendapatkan sertifikat ini.
“Anggota GAPKI yang sudah mendapatkan sertifikat ISPO atau yang sedang proses, rasanya sulit tidak patuh bayar pajak,” kata Eddy Martono di Jakarta (10/5). Jadi, perusahaan kelapa sawit sulit menghindari pajak. “Masalahnya ya itu tadi pajak menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikat dalam industri perkebunan sawit,” katanya.
Supaya data-data ini sinkron, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan mengklarifikasi apa yang disampaikan oleh GAPKI maupun Menko Luhut. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan tindaklanjut dimulai dengan mensinkronkan data yang dimiliki Luhut dan DJP.
Sinkronisasi data penting karena ada kemungkinan perbedaan data luas tanah yang dilaporkan mendapat izin Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) ke DJP dan yang ditemukan Luhut di lapangan. “Saat ini, DJP sedang melakukan klarifikasi terkait perbedaan luasan,” ujarnya. (nv)