JAKARTA – Fenomena kekeringan berpenjangan dalam beberapa waktu terakhir dikhawatirkan memicu keterlambatan kematangan tanaman kelapa sawit sehingga berdampak terhadap produksi. Kekhawatiran ini diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono di Jakarta pada 30 Agustus 2023.
“Dampak kekeringan pada produksi sawit memang tidak dirasakan langsung terjadi pada tahun terjadinya kekeringan, kecuali terjadi kebakaran di kebun. Dampak pada tahun itu hanya keterlambatan kematangan buah,” kata Eddy Martono.
Meskipun kadar kematangan buah yang terlambat membuat produksi hasil sawit sedikit menurun, dampaknya diharapkan tidak terlalu besar karena di beberapa wilayah anggota GAPKI masih terjadi hujan. Artinya ada daerah-daerah penghasil sawit yang tetap mengalami kondisi lebih normal.
“Memang trennya sedang turun tetapi ditambah dengan musim kemarau, ini belum El Nino karena di berapa provinsi masih ada hujan, penurunan tidak banyak masih di bawah 10 persen,” katanya.
Eddy Martono mengatakan apabila El Nino memang betul-betul terjadi di Indonesia, maka bisa dipastikan produksi sawit akan turun pesat di tahun berikutnya. Bahkan bisa lebih dari 10 persen seperti saat ini.
“Tetapi apabila terjadi El Nino benar-benar terjadi, maka dampaknya tahun berikutnya bahkan sampai dengan dua tahun, produksi akan turun,” katanya.
Dia berharap El Nino tidak terjadi. Dengan demikian, pada periode September produksi akan meningkat lagi karena mulai memasuki musim hujan.
“Memang trennya demikian, baru akan mulai naik nanti biasanya di September dan nanti puncaknya di Februari sampai dengan April,” ujarnya. (PEN)