JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menaikkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dalam kemasan sederhana merek pemerintah, Minyakita. Rencananya kenaikan HET tersebut akan dilakukan Februari mendatang.
Soal rencana kenaikan HET Minyakita tersebut diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas). “Harganya akan kita evaluasi di Februari akhir, karena sudah hampir satu tahun setengah kan. Kita evaluasi apakah HET-nya tetap Rp14.000 per liter ataukah disesuaikan menjadi Rp15.000,” kata Mendag Zulkifli dalam keterangan pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Diketahui, Kemendag meluncurkan minyak goreng kemasan ‘Minyakita’ pada Juli 2022 ketika terjadi kelangkaan migor dan harganya tinggi. Saat ini, HET Minyakita yang berlaku adalah Rp14.000 per liter, dan atau Rp15.500 per kilogram (kg).
Menurut Kemendag, sepanjang 2023, program minyak goreng rakyat sudah menyalurkan 3,26 juta ton migor ke 34 provinsi. Dari jumlah itu, 64 persennya berupa migor curah dan 36 persennya migor dengan merek ‘Minyakita’.
Lantas, tepatkah rencana Mendag Zulhas tersebut? Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga justru keheranan jika ada rencana menaikkan HET Minyakita.
“Tidak ada alasan harga minyak goreng naik. Saat ini tidak ada kenaikan biaya apa pun dalam produksi minyak goreng,” kata Sahat saat ditemui usai acara ‘Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan’ yang digelar Rumah Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
“Menurut produsen, harga basis CPO-nya masih di situ-situ saja, masih Rp11.200. Nah kalau sampai sudah di trader, produsen tidak tahu-menahu trading karena (bisa) melanggar UU Monopoli,” tambahnya.
Karena itulah, ujar Sahat, pemerintah sebaiknya menangani langsung distribusi Minyakita melalui BUMN pangan, yaitu Perum Bulog dan ID Food. “Sehingga akan terkontrol. Tidak dimainkan di lapangan,” katanya.
Saat ditanya setuju atau tidak HET Minyakita dinaikkan, Sahat menjawab itu adalah keputusan pemerintah. “Jangan tanyakan ke kita. Tapi biaya produksi tidak naik, nggak ada alasan harga naik. Mungkin ekonomi kita sudah baik, maka mau dinaikkan harganya,” tukas Sahat. (SDR)