JAKARTA – Industri sawit makin sulit terkalahkan sebagai komoditas penyumbang ekspor terbesar. Jika ditotal antara sumbangan devisa dan penghematan devisa, industri sawit tahun 2022 menyumbang sekitar USD 50 miliar atau sekitar Rp 750 triliun.
Wow besar sekali. Dari mana perhitungannya? Prof Dr Bungaran Saragih, tokoh sawit nasional yang juga Menteri Pertanian era Presiden Megawati, punya kalkulasinya.
“Perolehan sebesar USD 50 miliar tersebut bersumber dari ekspor produk sawit senilai USD 39 miliar dan penghematan devisa dari program mandatori biodiesel sekitar USD 10,3 miliar. Secara keseluruhan, industri sawit menyumbang devisa hampir mencapai US$50 miliar. Tidak ada komoditas yang seperti sawit,” kata Bungaran di sela-sela acara peluncuran buku Mitos dan Fakta edisi ke-4 di Jakarta, Senin (14 Agustus 2023).
Bungaran mengatakan, jangankan dalam situasi normal, selama pandemik Covid-19 tahun 2020-2022, sawit menopang surplus neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Tanpa sawit, kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2020 akan sangat dalam. Indonesia sendiri pada tahun tersebut mencatat pertumbuhan ekonomi “hanya” minus 5,5%.
“Sawit berkontribusi besar dalam menciptakan surplus neraca perdagangan yang kita nikmati 3 tahun terakhir khususnya selama Covid-19,” kata Bungaran.
Dengan industri sawit, Indonesia juga menyelamatkan tenaga kerja usia produktif dari ancaman pengangguran. Kata Bungaran, ada sekitar 70 juta rakyat Indonesia yang hidupnya secara langsung maupun tak langsung bergantung pada industri sawit.
Sementara itu Dr Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute), menggarisbawahi tentang perlunya advokasi dan kampanye positif sawit. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi kampanye negatif sawit yang makin masif.
“Kampanye negatif sawit saat ini sudah berubah dari sekadar kampanye atau advokasi media menjadi sebuah kebijakan yang bisa menghambat perdagangan minyak sawit di pasar global,” kata Tungkot.
Tungkot berharap, seluruh pemangku kepentingan dalam industri sawit nasional akan semakin dalam melawan kampanye negatif maupun diskriminasi perdagangan minyak sawit. (LIA)