JAKARTA – Ketua DPD RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah melalui Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menindak tegas pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau. Satgas PKH tidak boleh tebang pilih dan ragu dalam menerbitkan lahan sawit di kawasan hutan konservasi tersebut.
“Jika terbukti kawasan TNTN sengaja dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit atau diperjualbelikan secara ilegal, baik oleh orang perorangan maupun korporasi, maka Satgas harus bertindak secara tegas dan terukur,” kata Sultan dalam siaran pers, Minggu (6/7/2025).
Sultan menilai perlu keberanian dan komitmen dari pemerintah bersama aparat penegak hukum demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, sekaligus merespons isu perubahan iklim akibat deforestasi.
Baca Juga: 300 Ha Kebun Sawit di Tesso Nilo Dihutankan Kembali
“Menertibkan kawasan hutan konservasi dan hutan lindung yang selama ini disalahgunakan membutuhkan keberanian dan ketegasan pemerintah. Namun, dengan dukungan dan kerja sama semua pihak, terutama lembaga penegak hukum dan masyarakat adat, persoalan deforestasi dapat kita atasi,” kata dia.
Sultan pun berharap agar pemerintah tidak hanya menerbitkan lahan sawit ilegal di kawasan TNTN. Pemerintah juga harus menelusuri terjadinya konversi hutan lindung menjadi lahan sawit secara ilegal di wilayah lain di Tanah Air.
“Upaya Kementerian Kehutanan dalam menertibkan kawasan hutan konservasi perlu didukung dan diapresiasi secara anggaran. Ke depan, kami mendorong agar Kemenhut bersama Satgas Garuda perlu mengidentifikasi kasus-kasus serupa di seluruh daerah,” ujar Sultan.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Cabut Sertifikat Kebun Sawit di Tesso Nilo
Kendati demikian, mantan gubernur Bengkulu ini mengingatkan pemerintah untuk lebih mengedepankan pendekatan humanis dalam proses penerbitan kawasan hutan yang dikonversi menjadi lahan sawit. Langkah tersebut diperlukan guna menghindari terjadinya konflik antara dengan masyarakat lokal yang telah lama tinggal di kawasan lahan TNTN.
“Kami mendorong agar Satgas lebih humanis dan persuasif, mengedepankan semangat pemberdayaan masyarakat,” ujar Sultan.
“Sehingga tidak perlu terjadi konflik antara Satgas Garuda dengan masyarakat yang mendiami kawasan konservasi yang mungkin beririsan dengan hak ulayat masyarakat adat,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah tengah menertibkan kawasan TNTN yang dikuasai secara ilegal. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat, 40.000 hektare kawasan hutan TNTN telah dibuka lalu ditanami sawit secara ilegal.
Baca Juga: Satgas PKH Tumbangkan Sawit Seluas 401 Hektare di Tesso Nilo
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan pemerintah akan memulihkan kawasan hutan tersebut melalui skema rehabilitasi berbasis padat karya, restorasi ekosistem, serta penegakan hukum secara menyeluruh.
“TNTN menjadi target strategis Presiden dalam program pemulihan kawasan hutan, yang hasil awalnya akan diumumkan pada 17 Agustus 2025. Kami didukung oleh seluruh elemen, termasuk eselon I Kemenhut, untuk merehabilitasi kawasan hutan dengan pendekatan komprehensif dan humanis,” ucap Dwi dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
Sementara itu, Komandan Satgas Garuda menyebut kondisi TNTN saat ini sangat memprihatinkan. Pihaknya melaporkan, populasi gajah makin menurun ditambah degradasi kawasan karena aktivitas ilegal para pendatang dalam 20 tahun terakhir.
Dari sekitar 15.000 jiwa yang tinggal di kawasan TNTN, hanya 10% yang merupakan penduduk asli. Sejauh ini, pihaknya telah menempatkan 380 personel di 13 titik, memasang portal, membangun pos penjagaan, dan memulai proses pengosongan wilayah secara persuasif.
Beberapa penduduk juga mulai meninggalkan kawasan TNTN secara sukarela. Satgas mencatat 1.805 sertifikat hak milik (SHM) yang tengah diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). (REL)