JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menyalurkan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan kelapa sawit untuk 350 daerah penghasil kelapa sawit. Total DBH yang akan di transfer mulai September hingga Desember 2023 adalah Rp3,4 triliun.
Provinsi Riau menjadi penerima DBH sawit terbesar, yakni Rp83,13 miliar. Kedua, Sumatera Utara sebanyak Rp74,86 miliar. Ketiga, Kalimantan Barat yang menerima Rp65,66 miliar. Kemudian, Kalimantan Tengah Rp60 miliar, Sumatera Selatan Rp51,2 miliar, Kabupaten Ketapang Rp48,3 miliar, dan Kotawaringin Timur Rp46,48 miliar. Selanjutnya, Kalimantan Timur Rp43,4 miliar, Kabupaten Rokan Hilir Rp39,3 miliar, serta Jambi Rp38,33 miliar.
Untuk diketahui, Penyaluran DBH perkebunan sawit tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/2023 yang diteken Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada Jumat (8/9/2023).
Gubernur Riau Syamsuar menyambut antusias kabar baik tersebut. Menurutnya, pembagian DBH sawit itu merupakan hasil perjuangan bersama para gubernur, khususnya daerah penghasil sawit di Indonesia. “Ini bentuk perjuangan kami para Gubernur penghasil sawit di Indonesia,” kata Syamsuar dalam rilis Senin (18/9/2023).
Meski begitu, mantan Bupati Siak dua periode itu akan membicarakan lebih lanjut mengenai kelanjutan pembagian DBH sawit tersebut bersama kepala daerah penghasil sawit lain di Indonesia. “Mudah-mudahan akan ada perbincangan lagi oleh para gubernur penghasil sawit dengan Menkeu sehingga hasil yang didapat sesuai dengan potensi daerah masing-masing,” papar Syamsuar.
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 14,99 juta hektare (ha) pada 2022. Provinsi Riau menjadi provinsi utama penghasil sawit di Indonesia dengan luas lahan 2,86 juta ha atau 19% dari total lahan kelapa sawit di Indonesia.
Kedua, Kalimantan Barat di urutan kedua dengan perkebunan kelapa sawit seluas 2,01 juta ha. Ketiga, Kalimantan Tengah yang memiliki perkebunan kelapa sawit sebesar 1,84 juta ha.
Terkait besaran DBH sawit ideal yang sebaiknya diterima Riau, Syamsuar mengatakan bahwa dirinya belum bisa memastikan hal tersebut. Pasalnya, menurut Syamsuar, pemerintah pusat tidak pernah melibatkan para pemangku kebijakan daerah penghasil sawit soal perhitungan DBH sawit.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengaku telah lama menantikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.91/2023 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) Perkebunan Sawit. Dalam aturan ini, dana bagi hasil (DBH) perkebunan kelapa sawit ke pemerintah daerah disalurkan mulai September hingga paling lambat Desember 2023.
Gulat mengungkapkan, petani sawit kerap kali mendapat cibiran dari masyarakat kabupaten/kota di mana kebun sawit berada lantaran infrastruktur jalan dan jembatan menjadi lebih mudah rusak akibat lalu lintas truk angkutan tandan buah segar (TBS) dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
“Ini sudah sangat lama dinanti karena selama ini kami petani sawit sering kena bully dan cibiran. Dengan DBH, ini telah menutup bully tadi secara bertahap,” kata Gulat.
Gulat tak memungkiri bahwa lalu lintas truk angkutan TBS dan CPO membuat infrastruktur jalan dan jembatan lebih mudah rusak sehingga hadirnya aturan ini dinilai sebagai bentuk keadilan.
Dia mengungkapkan, para petani sawit sebetulnya sudah dikenakan pajak, seperti Bea Keluar (duty), pungutan ekspor (levy), PPN, PPh, dan lainnya. Hanya saja, dana tersebut ditarik ke pemerintah pusat terlebih dahulu sehingga terkesan tidak ada dampak langsungnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Eddy Martono menyebut pihaknya sangat mendukung DBH Sawit tersebut. Pasalnya, ini akan membantu pemda dalam pembangunan infrastruktur daerah. “Pemda (juga) akan lebih merasakan keberadaan perkebunan kelapa sawit di daerahnya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi meneken PMK No.91/2023 pada 8 September 2023. Dalam aturan tersebut disampaikan bahwa penyaluran DBH sawit tahun anggaran 2023 akan dilakukan sekaligus bagi pemda yang sudah menyampaikan rencana kegiatan dan penganggaran (RKP) DBH Sawit ke Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu.
Sri Mulyani juga menetapkan bahwa DBH sawit digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan yang berlokasi di luar area perkebunan. “Penanganan jalan meliputi rekonstruksi/peningkatan struktur, pemeliharaan berkala, dan/atau pemeliharaan rutin. Kemudian untuk penanganan jalan meliputi rehabilitas/pemeliharaan berkala jembatan, penggantian jembatan, dan/atau pembangunan jembatan,” bunyi pasal 16 ayat (3) huruf a dan b.
DBH juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri seperti pendataan perkebunan sawit rakyat, penyusunan rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan, pembinaan dan pendampingan untuk sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), rehabilitasi hutan dan lahan, dan perlindungan sosial bagi pekerja perkebunan sawit yang belum terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (SDR)