PANGKALPINANG – Dua perusahaan kelapa sawit (PKS) di Bangka Tengah (Bateng), Bangka Belitung (Babel) berhenti beroperasi karena diduga terafiliasi korupsi timah. Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus dugaan korupsi timah ini belum menyita kedua perusahaan tersebut, namun memblokir nomor rekening kedua perusahaan tersebut.
Hal itu dikemukakan Pj Gubernur Babel Safrizal seusai melaksanakan rapat koordinasi bersama Kejagung terkait tata kelola benda sitaan korupsi timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Rabu (17/7/2024).
Menurutnya, perusahaan itu belum disita hanya rekening perusahaan yang saja diblokir. “Perusahaannya sendiri tidak disita, itu yang diblokir rekening operasional. Kita sedang memfasilitasi agar pabrik kelapa sawit itu tetap bekerja, tandan buah segar tetap bisa ditampung dan pabrik juga tetap bisa memperkerjakan,” katanya.
Diketahui, perusahaan itu adalah milik Thamron alias Aon, tersangka korupsi komoditas timah di Babel. Namanya PT Mutiara Hijau Lestari (MHL) dan CV Mutiara Alam Lestari (MAL). Lokasinya di Kabupaten Bateng dan Bangka Selatan (Basel).
Kejaksaan Agung (Kejagung) memblokir rekening perusahaan karena diduga teraliri dana ilegal kasus timah. Imbasnya, perusahaan tersebut berhenti beroperasi karena tidak ada lagi biaya operasional.
Dalam rapat koordinasi bersama Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, dua perusahaan masuk dalam pembahasan. Kata Safrizal, pihaknya masih meminta petunjuk kepada Kejagung.
“Ini sedang kita carikan solusi dan sudah mengajukan ke Kejaksaan Agung agar nanti diberikan petunjuk bagaimana cara pabrik kelapa sawit yang menampung plasma sawit tetap bekerja,” jelasnya.
“Tadi sudah disampaikan kepada Pak Jamintel, Pak Dir nanti di Kejaksaan akan membahas dan memberikan petunjuk pada kita agar PKS ini dengan opsi-opsi yang ada bisa kembali bekerja,” sambungnya.
Dengan berhentinya dua PKS ini berdampak ratusan petani tidak bisa menjual buah sawitnya. Bahkan, ratusan petani sawit juga sempat menggelar aksi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel, Senin (3/6/2024) lalu. Mereka menuntut agar perusahaan itu bisa kembali beroperasi dengan tidak mengganggu proses hukum yang sedang berjalan. (ANG)