JAKARTA – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni bertemu dengan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh. Keduanya membahas tentang tindak lanjut atas keterlanjuran kebun sawit yang ditanam di kawasan hutan.
Raja Juli mengatakan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan berkolaborasi dengan BPKP untuk memperketat pengawasan dan penegakan hukum, serta menindak kebun-kebun sawit ilegal. Hal ini diharapkan bisa diwujudkan dengan kembali menghidupkan Satuan Tugas (Satgas) Sawit.
“Secara informal saya sudah berkomunikasi dengan Pak Mensesneg untuk dibentuk kembali Satgas Sawit seperti yang dulu pernah ada dan sudah selesai masa baktinya,” kata Raja Juli di Kantor BPKP, Jakarta Timur, Jumat (1/11/2024).
Baca Juga: Pemilik Lahan Sawit Bodong Bakal Ditangkap
Melalui Satgas ini, ia berharap akan mempermudah jalannya kesepakatan, rekonsiliasi data, termasuk dalam menelaah data yang paling valid dan denda atas tindakan ilegal di industri sawit.
“Mudah-mudahan saya berharap Satgas (Sawit) ini memang segera terbentuk sehingga sekali lagi, aksi-aksi yang akan saya ambil merupakan sebuah kesepakatan dan juga secara legalitas juga, secara government, secara tata kelolaan pemerintahan yang baik juga sesuai,” ujarnya.
Namun demikian, Raja Juli belum dapat merincikan daerah-daerah mana saja yang akan menjadi fokus awal dari satgas ini. Saat ini, pihak BPKP tengah melakukan langkah pembaruan data. Ditargetkan minggu depan pemutakhiran data rampung dilakukan.
Baca Juga: Sengkarut Legalitas Kebun Sawit, GAPKI Berharap Satgas Jadi Wasit yang Adil
Raja Juli mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menjaga kedaulatan negara dan memberantas kegiatan-kegiatan ilegal. Hal ini termasuk juga dengan kebun-kebun sawit ilegal di kawasan hutan melalui Satgas Sawit ini.
“Kami membicarakan hal yang sangat penting yaitu tentang keterlanjuran kebun sawit yang ditanam di kawasan hutan. Sekali lagi negara harus berdaulat, segala usaha yang ilegal akan kita tegakkan hukum, baik itu dalam bentuk denda administratif yang sesuai dengan undang-undang,” kata dia.
Selain BPKP, Menteri Raja Juli juga telah menjalin koordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan membahas pembentukan satgas ini. Raja Juli memastikan pihaknya akan berupaya mewujudkan kesejahteraan rakyat seperti amanat dari Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: KLHK Gandeng Ombudsman Siap Cegah Maladministrasi dalam Industri Sawit
“Hari ini saya mendapatkan banyak briefing dari Pak Jaksa Agung, BPKP. Insya Allah kerja sama Jaksa Agung, BPKP dan Kemenhut akan hadirkan keadilan, bumi, air dan segala yang ada di dalamnya benar-benar akan kita peruntukkan untuk kesejahteraan, kemanusiaan rakyat Indonesia, seperti yang selalu disampaikan oleh Presiden Prabowo,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara atau Satgas Sawit. Satgas dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi. Di dalamnya ada Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Satgas tersebut dibentuk melalui Keppres No 9 Tahun 2023.
Diketahui, penyelesaian lahan sawit di kawasan hutan dalam Undang-Undang Cipta Kerja diuraikan dalam dua mekanisme yaitu Pasal 110A dan 110B. Pasal 110A berlaku untuk perkebunan di kawasan hutan yang memiliki izin lokasi atau izin usaha di bidang perkebunan yang diterbitkan sebelum Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca Juga: Persoalan 3,3 Juta Ha Kebun Sawit di Kawasan Hutan Harus Rampung Satu Bulan
Dengan mekanisme tersebut, perusahaan dapat memperoleh surat keputusan pelepasan kawasan hutan jika memenuhi komitmen berupa pembayaran dana reboisasi dan penyediaan sumber daya hutan. Sedangkan perusahaan yang tidak mengurus hal tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa denda dan/atau pencabutan izin usaha.
Sementara pasal 110B berlaku untuk penyelesaian terhadap pertambangan, perkebunan, atau kegiatan lain di dalam kawasan hutan yang belum memiliki perizinan di bidang kehutanan. Perusahaan yang masuk kriteria ini akan dikenakan sanksi administratif berupa izin sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, dan/atau paksaan pemerintah. (SDR)