BEKASI – Pemerintah hendaknya bisa memberikan pengetahuan dan perspektif positif kelapa sawit kepada generasi muda sejak di bangku sekolah dasar. Hal ini perlu dilakukan mengingat keberadaan kelapa sawit masih dilihat negatif oleh sebagian masyarakat kita.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Sawit Masa Depanku (Samade) Tolen Ketaren seperti dikutip Antara di Bekasi, Jawa Barat, Senin (4/12/2023).
Pengenalan kelapa sawit kepada generasi muda sejak dini ini juga sangat penting agar mereka nantinya tertarik mempelajari ilmu tentang persawitan saat mereka menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini penting dilakukan mengingat saat ini terjadi krisis regenerasi, minat petani milenial yang tertarik menggeluti perkebunan kelapa sawit semakin rendah.
“Pengetahuan dan perspektif positif sedianya sudah diberikan kepada petani sawit sejak bangku sekolah dasar, sehingga nilai-nilai tersebut bisa dipahami sampai ke segenap lapisan masyarakat,” kata Tolen.
Selain itu, kata Tolen, pemerintah bisa memberikan apresiasi kepada petani-petani yang berhasil, sehingga masyarakat bisa melihat bagaimana pentingnya sawit terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dia juga menilai keberadaan kebun kelapa sawit masih dianggap negatif oleh sebagian aparat hukum. Tidak sedikit dari mereka mendekati kebun sawit dengan alasan menjadi masalah bagi kawasan hutan. “Kami berharap mereka juga diarahkan, artinya bukan harus dihukum. Sehingga orang melihat sawit adalah positif bagi bangsa Indonesia,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 14,99 juta hektare (ha) pada 2022, meningkat 2,49% dari tahun 2021. Sektor ini bahkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan kepada 16 juta tenaga kerja.
Keberadaan SDM unggul berperan besar dalam mencapai sasaran-sasaran strategis terutama untuk peningkatan kompetensi dan kapasitas pekebun guna memastikan keberlangsungan sektor sawit di Tanah Air.
Ia mengatakan unsur terkait harus memiliki semua yang dibutuhkan, mulai teknologi budidaya dari sektor hulu sampai hilir, SDM unggul, modal, hingga pangsa pasar. “Jadi kami di sini dari asosiasi berharap agar stakeholder serta dinas lain dapat memberikan pengetahuan agronomi dan pemahaman terhadap pentingnya kualitas dan keberlangsungan produk sawit itu sendiri,” katanya.
Semisal bibit yang selama ini banyak dipilih secara asal oleh para petani sebelumnya. Melalui keberadaan asosiasi ditambah imbauan dari pemerintah melalui dinas-dinas terkait, kini banyak petani memiliki generasi kedua.
“Seperti kami sudah mulai memiliki pengetahuan tentang bibit kecambah yang bagus. Jadi kami harap berikutnya juga petani-petani yang lain yang belakang itu mereka bisa mengenali produk ini sendiri. Jadi tidak asal sekadar menanam,” ujarnya lagi.
Selain memberikan pelatihan, pemerintah juga telah memberikan banyak beasiswa kepada mahasiswa D3 sampai S2 bidang pertanian. Dengan program yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini, paling tidak mereka sudah bisa mengenal sawit.
“Saya kira ini sangat baik karena banyak di antara mereka memang walau tidak kembali ke kebunnya, ke kebun orangtuanya terutama. Tapi ada beberapa dari mereka bekerja di sektor perkebunan sawit, baik itu di kebun maupun di pabrik dan ada juga yang mulai mengurus kebun orang tua mereka secara lebih baik,” katanya.
Tolen berharap pemerintah lebih memperhatikan sektor kelapa sawit terutama pengenalan sedari dini kepada sumber daya manusia dengan memperbanyak pelatihan serta pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang tidak hanya ditujukan kepada anak petani sawit.
“Saya kira diberikan kepada masyarakat luas supaya bukan hanya sekadar petani, tapi masyarakat seperti di Pulau Jawa agar mereka benar-benar bisa mengenal sawit. Mereka bisa terjun langsung walaupun tidak berkebun sawit di Jawa tapi bisa datang ke Sumatera, Kalimantan. Itu harapan kami,” kata dia. (SDR)