JAKARTA – Pemerintah telah menaikkan pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari semula 7,5% menjadi 10%. Kebijakan ini mulai berlaku pada 17 Mei 2025.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 (PMK No. 30/2025) tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP) pada Kementerian Keuangan. Beleid anyar ini ditetapkan pada 5 Mei 2025 dan diundangkan pada 14 Mei 2025.
Penyesuaian tarif tersebut untuk mendukung peningkatan produktivitas kebun kelapa sawit dan mengejar swasembada energi nasional. Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Baca Juga: Guru Besar Unair: Pungutan Ekspor Sawit Dukung Kemandirian Energi
Komite Pengarah ini diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Eddy Abdurrachman mengatakan salah satu dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan BPDP/Pungutan Ekspor adalah keberlanjutan dari pengembangan layanan maupun dukungan pendanaan pada program pembangunan industri kelapa sawit nasional.
Khususnya peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit dan dukungan sarana dan prasarana perkebunan sebagai kontribusi peningkatan kesejahteraan petani. Selain itu mendorong terciptanya pasar domestik melalui program mandatori biodiesel sebagai bentuk dukungan dalam swasembada energi nasional, khususnya energi baru dan terbarukan.
Baca Juga: Pungutan Ekspor CPO Dipangkas, Subsidi Biodiesel Terancam?
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tersebut, tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit untuk CPO dan produk turunannya berubah menjadi paling besar 10% dari Harga Referensi CPO Kementerian Perdagangan.
“Besaran tarif pungutan ekspor dibagi ke dalam lima kelompok jenis barang, yaitu Kelompok I dengan dengan tarif spesifik sesuai jenis barang, Kelompok II sebesar 10% dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok III sebesar 9,5% dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok IV sebesar 7,5% dari harga CPO Referensi Kemendag, dan Kelompok V sebesar 4,75% dari harga CPO Referensi Kemendag,” ujar Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman dalam keterangan tertulisnya yang diterima SAWITKITA, Jumat (16/5/2025).
Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk CPO dan produk turunannya yang berlaku adalah tarif pada tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor diterima oleh Sistem Komputer Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Peningkatan Produktivitas Sawit
Eddy Abdurrachman juga mengatakan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui dukungan pendanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit bagi petani swadaya sebesar Rp60 juta/ha serta peningkatan dukungan pendanaan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
Di samping itu, peningkatan kesejahteraan petani juga diupayakan dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit serta pelatihan bagi petani dan masyarakat umum.
“Program pengembangan SDM yang diberikan terutama adalah program pengembangan yang sesuai Good Agricultural Practice (GAP) dan menunjang keberlanjutan usaha (sustainability),” katanya.
Swasembada Energi Nasional
Penyesuaian tarif pungutan ekspor, kata Eddy Abdurrachman, juga merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap keberlanjutan program mandatory biodiesel di mana mulai 2025 bauran biodiesel ditingkatkan menjadi 40% atau B40.
“Program Mandatory Biodiesel yang telah dijalankan terbukti menciptakan instrumen pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor,” katanya.
Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program Mandatory Biodiesel diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga CPO yang akhirnya akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani.
Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan dengan mendorong perkembangan industri produk turunan kelapa sawit, baik skala besar maupun skala kecil pada tingkat koperasi/ kelompok petani.
Pentingnya Dukungan Semua Pihak
Kebijakan penyesuaian tarif Pungutan Ekspor diambil sebagai komitmen pemerintah untuk terwujudnya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional.
“Dukungan semua pihak sangat diharapkan untuk terus menjaga komoditas kelapa sawit tetap menjadi salah satu penyokong utama perekonomian Indonesia,” katanya. (SDR)