JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap dan menahan empat hakim karena diduga menerima suap untuk putusan perkara pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Keempatnya adalah, Ketua Pengadilan Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM).
Berdasarkan keterangan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Muhammad Arif Nuryanta mematok tarif Rp60 miliar untuk putusan lepas onstlag yang diminta oleh pihak berperkara.
Dari uang tersebut, Arif kemudian memberikan kepada Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) dengan total Rp22,5 miliar. Untuk ASB menerima uang dolar yang setara dengan Rp4.500.000.000. DJU menerima uang dolar setara dengan Rp6.000.000.000 dari uang bagian DJU tersebut diberikan kepada panitera sebesar Rp300.000.000. AL menerima uang berupa dolar Amerika yang setara dengan Rp5.000.000.000.
Baca Juga: Ini Alasan Kejagung Serahkan Kebun Sawit Sitaan Duta Palma ke BUMN
“Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut agar perkara tersebut diputus onstlag dan pada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut diputus onstlag,” ujar Harli.
Para hakim diduga menerima suap untuk mengeluarkan putusan lepas pada perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Tiga korporasi sawit, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group menjadi terdakwa dalam kasus tersebut yang diputus pada Maret 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD menganggap sistem peradilan di Tanah Air sangatlah buruk. “Kalau melihat seluruh rangkaian kejadian dalam beberapa waktu terakhir ini, memang nampaknya dunia peradilan kita itu kan saya minta maaf harus mengatakan, sudah sangat busuk,” katanya, Kamis (16/4/2025).
Mahfud pun mengaku sudah bingung untuk membenahi sistem peradilan di Indonesia yang dianggapnya telah begitu korup. Padahal, sistem peradilan saat ini adalah produk reformasi dan diharapkan dapat menjadi cara untuk menegakkan hukum.
Baca Juga: Kejagung Sita Dua Perusahaan Tersangka Korupsi Timah, Petani Sawit Demo
Mahfud lalu mengatakan kasus suap vonis onslag yang menjerat empat hakim menjadi contoh bahwa korupsi di Tanah Air telah dilakukan secara terang-terangan dan melibatkan banyak orang.
“Dan beberapa waktu terakhir ini, lalu kasus demi kasus bermunculan dan semakin sangat mengerikan karena permainannya itu melibatkan tidak hanya lagi perseorangan yang diam-diam tapi kalau kasus terakhir ini sudah melibatkan banyak orang di suatu instansi,” tegasnya.
Mahfud juga menganggap bobroknya penegakan hukum di Indonesia tidak hanya akibat dari sistem peradilannya saja, tetapi hakim yang dianggapnya sudah tidak memiliki integritas.
Dia menegaskan jika hakim memiliki integritas, maka tidak mungkin ada empat ‘wakil Tuhan’ yang ditetapkan menjadi tersangka suap seperti dalam kasus dugaan suap vonis onslag dalam perkara pemberian fasilitas ekspor CPO. “Integritas hakimnya dari pimpinan sampai ke bawah. Kalau pimpinannya punya integritas, tidak akan pernah terjadi semacam ini,” kata Mahfud. (ANG)