BANJARMASIN – Untuk memperkuat penyediaan pangan Indonesia bagi dunia di tengan perubahan iklim ekstrim global, Kementerian Pertanian (Kementan) berfokus membangun tata kelola dalam memajukan kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Daerah ini merupakan salah satu penghasil komoditas sawit nasional.
Kalimantan Selatan memiliki potensi sawit yang sangat serius dan mumpuni untuk diupayakan secara maksimal agar berproduksi dengan baik,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) dalam Rapat Koordinasi Membangun Perkebunan Sawit se Kalimantan Selatan di Banjarmasin pada 22 Agustus 2023. Rapat ini diikuti oleh Gubernur, Kapolda, dan Ketua DPRD.
Salah satu agenda aksi pengembangan sawit nasional, terutama di Kalimantan Selatan adalah replanting. Agenda ini harus dilakukan segera karena rata-rata usia tanaman sawit saat ini di atas 20 sampai 30 tahun sehingga produktivitasnya menurun.
“Malam ini kami berkomitmen melakukan replanting sawit di Kalimantan Selatan mencapai 10 ribu hektar. Harapanya dalam dua tahun ke depan minimal produktivitasnya naik untuk kesejahteraan rakyat,” katanya. Di sisi lain, Mentan SYL juga menekankan pentingnya hilirisasi sawit yang harus diwujudkan di Kalimantan Selatan.
Mentan SYL mengatakan pengembangan sawit, tidak hanya dengan replanting dan hilirisasi, tapi juga implementasi program tanaman tumpang sari sawit dengan komoditas lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
“Intervensi yang kita lakukan adalah tumpang sawit dengan jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan dan atau tanaman lainnya. Ini agar petani tidak harus menunggu sawit berbuah dua tahun sehingga sumber pendapatan bagi masyarakat meningkat,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah mengajak semua pihak yang terlibat untuk ikut andil dalam perbaikan tata kelola perkebunan sawit secara berkelanjutan. Di antaranya melalui program peremajaan sawit rakyat, pengembangan sumber daya manusia, dan sarana prasarana.
Ia mengungkapkan pengembangan sawit ke depan memiliki konsep sawit satu yakni perbaikan tata kelola perkebunan sawit yang memiliki sistem terintegrasi berbasis spasial sehingga perlu kerja inovatif dan kolaboratif. Saat ini pihaknya telah menjaring 1.870 perusahaan perkebunan sawit yang mendaftarkan di SIPERIBUN. Konsep ini akan menjadi model secara nasional dalam rangka perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit.
“Khususnya dari aspek hulu yang bisa digunakan bagi kementerian/lembaga lain sebagai upaya penyelesaian berbagai tantangan di setiap sektornya untuk mendukung industri kelapa sawit Indonesia khususnya yang menyangkut kepastian berusaha,” katanya.
Andi mengatakan Direktorat Jenderal Perkebunan telah membuat sistem penyediaan, pengawasan, dan peredaran benih sawit terintegrasi yaitu Bank Benih Perkebunan (BABE-Bun). Sisitem ini berfokus mendukung akselerasi program PSR, menjamin stakeholder kelapa sawit rakyat dapat mengakses penyediaan dan meminimalisir penggunaan benih palsu, pemasaran atau bisnis benih sawit lebih terbuka atau tidak terjadi monopoli, serta distribusi benih sawit lebih terorganisasi.
“Pengembangan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Selatan dalam kacamata Direktorat Jenderal Perkebunan cukup menggembirakan. Kolaborasi antar pelaku usaha dengan pemerintah daerah sangat menonjol bahkan inovasi atas optimalisasi usaha perkebunan kelapa sawit dengan usaha peternakan menjadi contoh bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia,” terangnya.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, Suparmi mengapresiasi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) hingga hilirisasi yang dilakukan Kementan. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 70% atau 62 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah melapor ke SIPERIBUN (Sistem Informasi Perijinan Perkebunan).
“Pemerintah akan terus melakukan sosialiasi per wilayah baik terkait pengusulan PSR pola 1 maupun pola 2. Dinas tentu selalu berupaya melibatkan dan mengikutsertakan semua pihak dalam memajukan pengembangan sawit Indonesia, sehingga diharapkan di tahun 2025 nanti sudah dapat terpenuhi,” ucapnya. (NYT)