JAKARTA – Indonesia sebagai salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan limbah produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Limbah produksi kelapa sawit padat berupa tandan kosong (tankos) memiliki perbandingan 1:1 terhadap produksi CPO atau 23% dari tandan buah segar (TBS). Limbah tankos atau yang dihasilkan dari proses perebusan dan perontokan buah dapat menimbulkan dampak lingkungan serius.
Dengan adanya kandungan minyak, limbah ini dapat menimbulkan pencemaran air saat musim hujan dan menimbulkan percikan api ketika musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Siti Nikmatin melakukan riset agar bisa mengolah limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi bahan baku untuk produk ramah lingkungan.
“Produksi CPO akan menghasilkan limbah padat. Ini adalah limbah yang harian setiap hari akan dihasilkan oleh perusahaan kelapa sawit (PKS),” ujarnya dalam video berjudul Produk Baik Kelapa Sawit, Hasilkan Helm dan Kreasi Fesyen di kanal YouTube Kompas.com, Rabu (5/6/2024).
Beberapa produk yang dihasilkan, antara lain helm-biocomposite, produk fesyen, dan rompi antipeluru. Siti mencontohkan, pada 2018-2019, komponen otomotif dan purwarupa rompi antipeluru telah diuji tembak dengan pistol glok dan peluru MU1-TJ yang saat ini tengah diuji ulang oleh PT Pindad.
Adapun penelitian limbah TKKS diawali pada 2015 di IPB dengan mengolah limbah ini menjadi fiber dan produk Green Composite (GC) pada helm. Riset tersebut didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pendanaan riset tersebut merupakan bagian dari upaya BPDPKS dalam memecahkan masalah terhadap berbagai persoalan yang dihadapi industri sawit nasional, khususnya aspek keberlanjutan.
Siti menjelaskan, kelebihan pengolahan limbah tersebut melibatkan teknik fisika, biologi, dan kimia yang berhasil meningkatkan kandungan alfa selulosa hingga 94% dan bisa diputihkan seperti kapas.
Alfa selulosa merupakan faktor penting dalam pengembangan ini karena mechanical properties yang dimiliki memungkinkannya diolah ke dalam berbagai ukuran sehingga baik untuk diversifikasi produk. Produk tersebut kemudian dikembangkan menjadi berbagai komponen, termasuk helm dan komponen otomotif.
“Misalnya ukuran 60 mesh, ini bisa digunakan untuk helm atau komponen otomotif. Bisa juga diolah menjadi serat panjang, lalu digunakan untuk produk fesyen atau spinning benang,” jelasnya.
Siti mengatakan, helm yang saat ini dipakai masyarakat masih 100% berbahan polymer. Oleh karenanya, pihaknya menambahkan composite agar helm tersebut mechanical properties dan thermal properties yang lebih baik dari 100% polymer. (ANG)