JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengajak pengusaha ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk duduk bersama. Pertemuan itu akan dilakukan untuk menentukan solusi tepat terkait utang rafaksi minyak goreng yang diklaim Aprindo senilai Rp344 miliar.
“Melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri akan duduk bersama dengan Aprindo,” kata Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga kepada awak media di Semarang, Jumat (18/8/2023).
Jerry menghargai Aprindo sebagai salah satu pemangku kepentingan alias stakeholder. Ia pun mengajak Aprindo duduk bersama untuk menyamakan persepsi soal sengkarut utang rafaksi minyak goreng.
Ia menekankan Kemendag masih mempelajari masalah rafaksi minyak goreng untuk menentukan sikap kementerian ke depannya. Di lain sisi, Jerry menyebut Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah mengeluarkan pendapat hukum bahwa penyelesaian rafaksi minyak goreng diselesaikan menurut peraturan yang berlaku. “Kita lihat yang ke depannya, yang terbaru, dan ter-update. Jadi kita mengacu kepada peraturan yang
terkini,” katanya.
Terkait dengan ancaman Aprindo yang akan menghentikan pasokan minyak goreng, Jerry memastikan kelangkaan minyak goreng tidak akan terjadi akibat ancaman Aprindo tersebut.
“Dibilang minyak goreng nanti tiba-tiba jadi langka ya enggak akan begitu. Karena ini ngomongin ritel, minyak goreng kan enggak cuma dijual di ritel, tapi juga di pasar, macam-macam,” ujar Jerry.
Terlebih minyak goreng di ritel mayoritas adalah minyak goreng premium. Sementara itu, masih tersedia pilihan lainnya seperti minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana, dan minyak goreng bersubsidi merek MinyKkita.
Kemendag pun yakin tidak akan terjadi kelangkaan minyak goreng seperti awal tahun lalu. Sebab meski ritel mengurangi atau menghentikan pasokan minyak goreng, komoditas tersebut akan tetap dijual di minimarket dan marketplace. Adapun Aprindo tidak mengurus penjualan di dua domain tersebut.
“Intinya medium untuk kita mendapatkan minyak goreng itu kan tersebar di berbagai macam domain, sehingga sekali lagi ini bukan menjadi kekhawatiran,” kata Jerry.
Diketahui, utang rafaksi itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peritel menjual minyak goreng Rp14.000 per liter pada awal tahun lalu. Saat itu, ada sekitar 42.000 gerai yang menerapkan harga tersebut meskipun pemasok membanderol di atas Rp14.000.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan pihaknya akan memotong tagihan minyak goreng kepada distributor dan produsen melalui mekanisme business to business (B2B). Jika utang tetap tak kunjung dibayar, Aprindo juga mengancam akan membawa permasalahan rafaksi minyak goreng melalui gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut Roy, dampak aksi pemotongan tagihan kepada distributor atau produsen minyak goreng ini akan memicu kelangkaan pasokan di Tana Air. Sebab, kemungkinan pasokan akan dikurangi dan distribusinya akan dihentikan pasokannya oleh produsen serta distributor kepada toko atau gerai retail. (SDR)