JAKARTA – Uni Eropa terus saja berulah untuk mendiskreditkan tanaman kelapa sawit. Berbagai isu dilontarkan mulai dari kesehatan, lingkungan, tenaga kerja anak, hingga isu kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Belum lama ini, isu lingkungan kembali diusungnya. Mereka memberlakukan Europe Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Anti Deforestasi. EUDR dibuat sebagai larangan impor barang hasil penggundulan hutan. Mereka berdalih, aturan ini bertujuan untuk memastikan konsumsi dan perdagangan tidak berkontribusi terhadap deforestasi dunia.
Diketahui, EUDR telah disyahkan oleh parlemen Eropa pada April 2023 dan resmi berlaku per 16 Mei 2023. Dalam regulasi tersebut, setiap eksporter wajib menyerahkan dokumen uji tuntas dan verifikasi serta menjamin produknya tidak berasal dari kawasan hasil penggundulan hutan (deforestasi) yang dilakukan mulai 1 Januari 2021.
Sejatinya, isu-isu yang dilontarkan tersebut bila dicermati merupakan hambatan non-tarif atau non-tariff barriers. Pun demikian dengan aturan EUDR ini. Sebab apabila ditemukan pelanggaran, eksporter akan dikenai denda hingga 4% dari pendapatan yang diperolehnya di Benua Biru tersebut.
EUDR ini tidak hanya ditujukan pada komoditas sawit. Sebab juga menyasar produk-produk kopi, arang, kedelai, kakao, daging sapi, dan kayu. Selain itu juga produk karet, kertas, kulit dan semua produk turunannya.
Walaupun tidak hanya menyasar sawit, namun telah kita ketahui bersama apabila Indonesia merupakan produsen dan eksporter terbesar di dunia. Sehingga kita sangat berkepentingan dengan pemberlakukan EUDR ini. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan regulasi ini, berikut petikan wawancara dengan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono.
Pasca diterapkannya EUDR, Uni Eropa, Indonesia dan Malaysia sepakat membentuk satuan tugas (satgas) atau task force. Bisa dijelaskan apa saja tujuan dibentuknya satgas ini?
Pembentukan satgas atau task force itu merupakan hasil pertemuan join mission kita dengan Malaysia ke Brussel, Belgia beberapa waktu yang lalu. Fungsi satgas ini adalah melihat dampak daripada EUDR ini apabila diberlakukan.
Bukankah sekarang sudah diberlakukan?
Sekarang memang sudah diberlakukan, tapi kan belum bisa diimplementasikan karena mereka kan akan melihat 18 bulan dari setelah diberlakukan 29 Juni 2023. Nah dalam proses 18 bulan ini, mereka akan melihat seperti apa dampaknya.
Apakah tim satgas itu nantinya akan langsung turun ke tingkat petani, mengingat kemungkinan yang berdampak langsung itu nantinya petani?
Betul, nanti tim satgas ini akan melihat atau melakukan kunjungan langsung ke Indonesia maupun ke Malaysia, terutama mereka akan melihat dampaknya terhadap petani sawit. Ini sebagaimana yang disampaikan GAPKI maupun Pemerintah Indonesia dan Malaysia adalah kampanye terhadap petani sawit.
Konkritnya seperti apa?
Dalam aturan EUDR itu kan apabila ditemukan minyak sawit yang berasal dari tanaman sawit yang ditanam petani setelah tanggal 31 Desember 2020, maka dinilai melanggar EUDR. Nah eksporternya akan dikenai denda 4% dari nilai transaksi. Sementara berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia, yakni UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, terutama di pasal 6 menyatakan bahwa petani diberikan kebebasan menanam apapun yang tidak dilarang pemerintah.
Lantas, apa harapan Anda dengan keberadaan satgas ini?
Kita berharap dengan adanya satgas atau task force ini berdampak positif bagi kita karena mereka bisa melihat dampak pemberlakuan EUDR tersebut. Yang kita lihat sekarang ini kan sawit itu bisa mengentaskan kemiskinan.
Apakah dengan pemberlakuan EUDR ini akan memiskinkan petani kita?
Bisa saja terjadi, kalau petani tidak bisa melakukan penjualan TBS-nya (tandan buah segar). Contoh, dalam aturan EUDR petani kalau mempunyai kebun 4 hektare (ha) itu harus geo location atau harus melakukan due diligent. Nah kalau itu nanti ditetapkan di mana setiap pengapalan 9%-nya harus due diligent.
Artinya setiap pengapalan itu, padahal satu kapal 10.000 ton itu bukan satu pabrik kelapa sawit (PKS), tapi dari beberapa PKS. Itu artinya bisa berasal dari ratusan petani juga. Pertanyaannya, siapa yang akan membiayai due diligent? Dalam satu kali pengapalan berapa? Dokumen harus dilampirkan, berapa ribu dokumen yang harus dilampirkan. Ini menyebabkan birokrasi yang luar biasa dan menjadi lama karena ada prosedur tadi.
Dampaknya ke mana-mana ya?
Iya. Persoalan selanjutnya, waktunya akan menjadi lebih lama. Ini akan menghambat. Nah, satgas ini kalau nanti melihat kondisi kenyataannya seperti itu di lapangan dan ternyata membuat sulit petani yang akibatnya menjadi miskin kembali. Bisa jadi nanti akan berubah. Bukan UU EUDR-nya yang dicabut, tapi implementasinya yang ada terjadi perubahan.
Seberapa penting sih bagi kita sehingga begitu serius merespon pemberlakukan EUDR ini? Kan kita bisa mengalihkan pasar minyak sawit ke negara lain yang tak “rewel” dengan berbagai aturan seperti yang dilakukan Uni Eropa?
Memang kalau kita lihat, pasar sawit kita di Eropa ini nomor tiga setelah China dan India. Tapi kita tidak boleh meremehkan itu. Karena jangan sampai negara lain mengikuti hal yang sama. Di kira kita melakukan hal yang tidak benar, kita melakukan deforestasi.
Namun apakah benar tudingan Uni Eropa itu bahwa sawit pemicu deforestasi?
Data Oils World menunjukkan total luas lahan sawit di seluruh dunia itu hanya 24,259 juta ha, sementara rapeseed 36,503 juta ha, sun flower 30,072 juta ha, cotton seed 33,080 juta ha, kemudian soybeen 132,813 juta ha. Nah, lahan sawit di seluruh dunia itu hanya 1/5 dari lahan yang digunakan untuk menanam soybeen dan di bawah minyak nabati non sawit. Apakah itu bisa dikatakan sebagai deforestasi? Kenapa yang lain tidak diributkan? Dan kenyataannya, terjadi penurunan angka deforestasi di Indonesia.
Bukannya penanaman kelapa sawit di Indonesia sudah dimoratorium?
Betul. Di Indonesia ada Inpres No 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Dalam inpres tersebut untuk penanaman sawit telah dimoratorium, punya izin pun tidak bisa membuka lahan. Jadi sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan soal adanya pembukaan lahan untuk sawit. Justru yang dikhawatirkan itu adalah petani. Karena berdasarkan UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, mereka masih boleh menanam sawit.
Pasar ekspor minyak sawit kita selama ini hanya ke beberapa negara saja, misalnya ke China, India, Eropa, Amerika Serikat, Pakistan. Sejatinya potensi pasar minyak sawit di negara lainnya seperti apa?
Kita akan terus menjajagi ke pasar-pasar lain. Belum lama ini kita sudah berupaya membuka pasar ke Rusia dan sebelumnya ke Afrika Selatan. Agustus mendatang, kita akan berkunjung ke Usbekistan. Kemungkinan di pertengahan Agustus, waktunya lagi disesuaikan dengan KBRI di Usbekistan.
Kalau kita lihat, pasar yang terbesar kita itu China di 2019 itu tembus 8 juta ton, kemudian karena terjadi Covid-19 volumenya turun dan sekarang sudah mulai naik lagi. Tujuan ekspor kedua adalah India yang tembus hampir 7 juta ton di 2019. Gara-gara Covid-19 turun juga dan sekarang sudah mendekati angka 5,5 juta ton. Kemudian ke Uni Eropa yang tembus 3,5 juta ton di 2022, sebelumnya 2021 tembus 3,8 juta ton. Berikutnya adalah Pakistan. Selanjutnya Amerika Serikat di 2022 sudah 2,3 juta ton.
Kenapa harus ke Uzbekistan?
Sebenarnya tidak hanya Uzbek, tapi juga ke negara-negara di sekitarnya. Rencananya di sana nanti kita akan lakukan promosi. Kita akan lakukan acara di sana termasuk seminar, demo masak. Bagaimana menjelaskan ke mereka bahwa minyak sawit itu sehat, gurih, enak, bukan seperti yang didengung-dengungkan tidak sehat.
Bagaimana target volume ekspornya?
Mungkin tidak terlalu besar, tapi itu harus dimulai. Kalau tidak, kita akan ketinggalan. Sekarang yang kecil-kecil kita garap dulu untuk melakukan penetrasi pasar. Tetapi kita tetap akan melayani pasar-pasar tradisional kita. Contoh seperti kemarin kita ada meeting dengan (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) bersama dengan Kadin China.
Kadin China minta ada penambahan impor minyak sawit dari Indonesia. Saya juga mendapat tamu dari Dubes Kenya, kemudian tamu dari Nigeria. Mereka semua butuh minyak sawit. Ini yang terus kita garap. Jadi kita tidak tergantung sekali dengan pasar-pasar tradisional yang selama ini kita layani.
Apakah nanti Usbek akan jadi hub di negara-negara sekitarnya?
Kita akan lihat dulu ya. Jika nanti permintaannya besar, bisa jadi akan dijadikan hub untuk negara-negara di sekitarnya. Tapi sepertinya belum terlalu besar pasarnya. Tapi intinya kita akan terus lakukan penetrasi pasar atau diversifikasi pasar ekspor minyak sawit kita. Kita tidak tinggal diam, kita terus proaktif melakukan penetrasi pasar atau diversifikasi pasar. (SDR)