JAKARTA – Untuk mengimplementasikan mandatori biodiesel 50 (B50) dengan dengan volume 19,73 juta kilo liter (kl) dibutuhkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebanyak 17,9 juta ton. Kebutuhan CPO sebanyak itu memerlukan tambahan lahan untuk kebun kelapa sawit seluas 2,3 juta hektare (ha).
Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung dalam Rapat Kerja dengan Komite II DPD RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Selanjutnya, kata Yuliot Tanjung, untuk memproduksi 23,67 juta kl B60, dibutuhkan CPO sebanyak 21,5 juta ton dan tambahan lahan untuk kebun kelapa sawit seluas 3,5 juta ha. Sementara untuk memproduksi 39,45 juta kl B100, dibutuhkan CPO sebanyak 35,9 juta ton dengan tambahan lahan untuk kebun kelapa sawit seluas 4,6 juta ha.
Baca Juga: Perluasan Kebun Sawit Tak Perlu Lakukan Deforestasi
“Ke depan, kami melihat untuk program B50, B60 hingga B100 akan memerlukan tambahan lahan untuk penyediaan bahan baku,” kata Yuliot Tanjung.
Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa untuk tambahan lahan tersebut, pemerintah membuka kemungkinan pemanfaatan kebun-kebun masyarakat maupun koperasi untuk memenuhi kebutuhan implementasi B50–B100.
“Yang pada tahun 2025 ini, kami sudah mengimplementasikan B40, di mana produksi biofuel kita 15,6 juta kl,” kata Yuliot Tanjung.
Kebutuhan insentif yang sudah disiapkan, lanjut dia, kurang lebih Rp47,1 triliun. Kebutuhan sawit yang saat ini ada sekitar 14,3 juta ton. “Ini terpenuhi di dalam negeri dan juga tidak ada penambahan (lahan),” ujar Yuliot.
Baca Juga: PTPN Siap Mendukung Program Ketahanan Pangan dan Energi
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menyampaikan pelaksanaan program B40 dapat menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Hal ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan ketahanan dan swasembada energi di Indonesia.
Sejak diterapkan pada 1 Januari 2025, program B40 telah mencapai realisasi penyaluran yang signifikan. Hingga 18 Februari 2025, penyaluran domestik telah mencapai 1,47 juta kl atau 9,4% dari total alokasi nasional sebesar 15,616 juta kl.
Dari jumlah tersebut, 767.283 kl berasal dari penyaluran PSO (10,6%) dari total alokasi PSO sebesar 7,55 juta kl dan 706.481 kl dari penyaluran non-PSO (8,8%) dari total alokasi non-PSO sebesar 8,062 juta kl. (ANG)