BRUSSEL – Pada tanggal 7 September 2023, 17 negara-negara sepemahaman (like-minded countries) menyampaikan Surat Bersama kedua kepada para pemimpin Uni Eropa (UE).
Surat keprihatinan itu ditandatangani di KBRI Brussel oleh para Duta Besar dari 17 negara-negara sepemahaman yaitu: Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Indonesia, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, dan Republik Dominika.
Surat Bersama yang diinisiasi oleh Indonesia dan Brasil bertujuan untuk menyampaikan keprihatinan negara produsen secara kolektif atas pemberlakuan Undang-Undang Anti Deforestasi oleh UE pada tanggal 29 Juni 2023.
“Undang-undang ini dipandang belum mempertimbangkan kemampuan dan kondisi lokal, produk legislasi nasional, mekanisme sertifikasi, upaya-upaya dalam mencegah deforestasi, dan komitmen multilateral dari negara-negara produsen komoditas, termasuk prinsip tanggung jawab bersama dengan bobot yang berbeda (common but differentiated responsibilities),” kata Andri Hadi, Duta Besar RI untuk Belgia, Luxemburg, dan Uni Eropa di Brussel, dalam keterangan persnya.
Andri mengatakan, Undang-Undang ini juga secara inheren menciptakan sistem penolokukuran (benchmarking) yang bersifat diskriminatif dan menghukum serta berpotensi melanggar ketentuan WTO.
Surat Bersama meminta agar UE memperhatikan kepentingan negara produsen pada penyusunan aturan pelaksanaan undang-undang ini.
“Negara produsen mendorong para pemimpin UE untuk lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas terdampak dalam memformulasikan aturan dan panduan pelaksanaan (implementing acts and guidelines) yang detil dan jelas dari UU Anti Deforestasi yang mencakup rezim kepatuhan dan uji tuntas yang spesifik untuk setiap komoditas dan produk yang dihasilkan oleh para petani kecil di negara-negara produsen komoditas,” katanya.
Surat Bersama tersebut berisi beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh UE dalam menyusun aturan pelaksanaan UU Anti Deforestasi, di antaranya sebagai berikut:
- Lebih melibatkan negara-negara produsen komoditas dalam dialog yang substantif dan terbuka.
- Menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan negara-negara produsen komoditas dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya melalui pembangunan berkelanjutan di tengah
tantangan keterbatasan akses pendanaan, teknologi, dan bantuan pelatihan teknis. - Mencegah dampak negatif UU Anti Deforestasi melalui penerapan panduan pelaksanaan yang menghargai praktek-praktek berkelanjutan (sustainable practices) yang telah ada pada rantai pasok pertanian di negara-negara produsen komoditas.
- Menghindari disrupsi perdagangan dan beban admisnistrasi yang berlebihan terkait dengan
persyaratan geolokasi dan keterlacakan, sertifikasi, dan prosedur kepabeanan.
Negara-negara penandatangan surat bersama juga menyampaikan bahwa pendekatan one-size-fits-all yang diterapkan EU pada model uji tuntas dan keterlacakan akan membebani negara pengekspor dan pengimpor dan akan mempunyai dampak negatif, seperti: peningkatan kemiskinan, pengalihan sumber daya, dan menghambat pencapaian SDGs.
Sebagai catatan, Indonesia, Malaysia, dan UE telah membentuk Joint Task Force on EUDR sebagai tindak lanjut Misi Bersama yang dilakukan Indonesia dan Malaysia ke Brussel pada 30 – 31 Mei 2023 dan tindak lanjut kunjungan pejabat Komisi Eropa ke Indonesia dan Malaysia pada 26 – 28 Juni 2023. (LIA)