JAKARTA – Pemerintah berencana meluncurkan bursa berjangka khusus untuk perdagangan komoditas CPO (minyak sawit mentah) dan produk turunannya. Bursa CPO yang akan beroperasi mulai Juni tahun ini.
Merespons hal itu, Ketua Umum DPP Aspekpir Indonesia Setiyono menilai setiap kebijakan yang diambil pemerintah pasti memiliki plus minus yang mesti dikaji terlebih dahulu secara matang. “Saya baru dengan hal ini. Setiap kebijakan itu pasti ada plus minusnya, tapi yang dijaga adalah kepentingan petani sawit. Jangan sampai ini membebani eksportir sehingga memberikan dampak lanjutan terhadap petani sawit,” ujarnya saat dihubungi Sabtu (20/5).
Setiyono mengkhawatirkan dengan adanya kebijakan baru tersebut justru akan membebani eksportir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Apabila membebani eksportir, maka dampak lanjutannya pasti beban tersebut didistribusikan ke petani sawit.
Apalagi, kata Setiyono, saat ini ekspor minyak sawit sudah terbebani pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK). Jika ditambah biaya bursa yang harus dibayar eksportir bisa dipastikan pada akhirnya akan menekan harga tandan buah segar (TBS) petani. “Jangan sampai ini membebani eksportir sehingga memberikan dampak lanjutan terhadap petani sawit,” ujarnya.
Menurut Setiyono, biaya yang ditanggung eksportir tersebut mesti dijelaskan secara transparan sehingga tidak memberatkan dan berdampak negatif terhadap petani sawit. “Kalau tujuannya memperlancar ekspor ya monggo, tapi jangan sampai ini justru menekan harga TBS di tingkat petani sawit. Ini kan kontraproduktif,” jelasnya.
Setiyono menggarisbawahi perlunya ada kajian yang matang dan disosialisasikan kepada seluruh stakeholders persawitan di Indonesia. “Kami yakin setiap kebijakan pemerintah memiliki tujuan baik. Namun jika ada efek yang merugikan, terutama bagi petani sawit, nah ini yang perlu dicermati lagi lebih mendalam. Kami meminta semua pihak baik eksportir maupun petani sawit terlindungi, jangan justru terkena efek yang merugikan,” paparnya.
Diketahui, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memastikan bursa komoditas sawit (Crude Palm Oil/CPO) bakal diluncurkan pada Juni 2023. Bursa tersebut nantinya akan menjadi acuan harga CPO untuk melakukan ekspor.
Bursa CPO ini hanya dikenakan untuk produk CPO berkode HS 15.111.000 yang diekspor, sehingga eksportir CPO tersebut harus terdaftar di bursa. Sebagaimana layaknya bursa berjangka, untuk melakukan perdagangan melalui bursa CPO ini, para eksportir akan dikenakan biaya. Ini karena bursa berjangka bertanggung jawab apabila sampai terjadi gagal bayar.
Tambahan biaya ini tentu menjadi pertanyaan. Apakah biaya transaksi di bursa ini akan menjadi beban baru bagi eksportir minyak sawit setelah sebelumnya terkena pajak ekspor, PE, dan DMO (Domestic Market Obligation). Dengan adanya biaya untuk perdagangan di bursa berjangka, sudah pasti berdampak pada biaya-biaya lain. (SDR)