JAKARTA – Indonesia optimistis akan memenangkan gugatan kebijakan diskriminasi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Gugatan tersebut saat ini masih berproses di WTO.
“Saya yakin seyakin-yakinnya kita pasti menang (gugatan),” ujar Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga seperti dikutip Antara di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Jerry menyampaikan, gugatan diskriminasi minyak kelapa sawit terhadap Uni Eropa masih berproses. Menurutnya, banyak tahapan yang harus dilewati untuk mendapatkan putusan.
Indonesia memiliki banyak data yang menyebut bahwa produk sawit Indonesia mendapat diskriminasi di Uni Eropa. Salah satunya dianggap merusak lingkungan lantaran banyak melakukan pembebasan lahan.
Menurut Jerry, alasan utama Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap produk minyak kelapa sawit Indonesia lantaran kalah dalam persaingan dagang. Sebab, Uni Eropa memiliki minyak nabati rapeseed yang harganya jauh lebih mahal daripada minyak kelapa sawit.
“Ternyata bukan soal lingkungan tapi soal produk mereka rapeseed yang tidak bisa berkompetisi dengan negara kita, karena harganya mereka lima kali lipat harganya lebih mahal. Jadi mereka melobi ke parlemen Uni Eropa dan mereka menekan agar barang-barang kita tidak masuk,” kata Jerry.
Jerry berharap gugatan DS 593 dapat selesai pada tahun ini, karena Indonesia sudah memiliki banyak bukti untuk memenangkan perkara tersebut. “Mudah-mudahan tahun ini. Saya yakin tuntutan kita sebagian besar dikabulkan, karena alasannya sangat jelas, mereka tidak tepat untuk mendiskriminasi minyak kelapa sawit kita,” ucap Jerry.
Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa di WTO pada 9 Desember 2019. Gugatan tersebut diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directibe II (RED II) dan Delegated Regulation UE.
Ditambah lagi dengan implementasi Undang-Undang anti deforestasi European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR). Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia. (ANG)