JAKARTA – Pengusaha sawit buka suara soal tuduhan mereka mengemplang pajak Rp300 triliun. Suara disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono.
Dia mengatakan tuduhan bermula dari upaya pemutihan lahan sawit yang dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu. Saat pemutihan, pemerintah mendapatkan laporan dari Satgas Peningkatan Tata Kelola Kelapa Sawit dan BPKP bahwa ada perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan masuk di kawasan hutan.
Dalam menyelesaikan pelanggaran itu, pemerintah menggunakan UU Cipta Kerja, khususnya Pasal 110 A dan 110 B. Pasal 110 A berisi ketentuan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki perizinan berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.
Baca Juga: 300 Pengusaha Sawit Dituduh Kemplang Pajak Rp300 Triliun
Sementara Pasal 110 B berisi ketentuan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha, tetap dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.
Eddy mengatakan terkait masalah itu, anggota Gapki sudah menaatinya. Khusus untuk pelanggaran yang berkaitan dengan Pasal 110 A UU Cipta Kerja, anggotanya sudah memenuhi permintaan pemerintah.
Eddy mengatakan terkait sangkaan pelanggaran Pasal 110 A, pihaknya mendapatkan informasi ada 700.000 hektare (ha) kawasan hutan yang dipakai perusahaan sawit tanpa izin. Namun, Eddy tak merinci dengan jelas berapa hektare lahan sawit milik anggota Gapki yang melanggar pasal 110 A. “Untuk anggota Gapki yang terindikasi masuk di Pasal 110A hampir semuanya sudah melakukan pembayaran,” katanya.
Baca Juga: BPKP Audit Pengusaha Sawit Kemplang Pajak Rp300 Triliun
Sedangkan berkaitan dengan tuduhan pelanggaran terhadap Pasal 110B, Eddy mengatakan pengusaha sawit belum membayar denda administratif termasuk pajaknya karena masih menunggu surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehtanan (KLHK). “Karena sampai dengan sekarang surat tersebut belum ada, jadi belum tahu,” katanya.
Eddy sempat membocorkan besaran denda yang kemungkinan harus dibayarkan anggotanya karena melanggar pasal 110 B. Pada April 2024 lalu, ia menyebut denda berkisar Rp100 juta-Rp130 juta per ha.
Sedangkan denda yang dibayarkan untuk pelanggaran pasal 110 A diklaim tak sebesar itu. Kendati demikian, Eddy enggan menjelaskan berapa denda yang sudah dibayar ke negara. “Bukan (denda Rp100 juta-Rp130 juta per ha), 110 A tidak sebesar itu. Itu (denda) 110 B diperlukan sebesar itu informasinya, tapi sampai sekarang belum ada surat dari KLHK,” tegasnya.
Baca Juga: BPDPKS Dorong Pelaku UKMK Gunakan Produk Berbahan Sawit
Diketahui Sebanyak 300 pengusaha Indonesia diduga mengemplang pajak hingga mencapai Rp300 triliun. Hal tersebut disampaikan oleh adik Presiden Terpilih Prabowo Subianto sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
Karena potensi pendapatan negara yang hilang cukup besar, Prabowo, katanya, akan mengejar 300 pengusaha itu. Prabowo ia sebut-sebut telah mengantongi data pengusaha itu dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh.
Dari laporan yang diterima Prabowo, pengusaha tersebut berasal dari sektor sawit. “Ini data yang Pak Prabowo dapat dari Luhut dan Ateh (BPKP) dan dikonfirmasi dari LHK ada jutaan ha kawasan hutan diokupasi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal ternyata sudah diingatkan tapi sampai sekarang belum bayar,” kata Hashim dalam acara Diskusi Ekonomi Kamar Dagang dan Industri bersama Pengusaha Internasional Senior di Menara Kadin, Senin (7/10/2024). (ANG)