JAKARTA – Program PSR merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN). Percepatan PSR perlu menjadi prioritas bagi pemerintah dan petani. Kegiatan mengganti tanaman ini berpotensi meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
Pelaksanaan program PSR dengan penggunaan bibit unggul dan penerapan Good Agriculture Practice (GAP) akan meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa harus melakukan pembukaan lahan baru, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pekebun rakyat secara optimal.
Sejak 2017, program PSR telah dilaksanakan di 21 provinsi dan 123 kabupaten sentra kelapa sawit dengan target seluas 180.000 hektare (ha) per tahun. Hal ini arahan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengatakan untuk memberikan kemudahan bagi perkebunan sawit rakyat yang masih produktif namun belum optimal, telah didorong program sarana prasarana (sarpras) perkebunan kelapa sawit seperti pupuk, pestisida, mesin pertanian, alat transportasi, dan lain sebagainya.
“Ini tentu sangat memberikan harapan besar bagi pekebun sawit di saat kebutuhan akan pupuk semakin tinggi di saat harga pupuk belum stabil,” ujar Andi Nur Alam Syah.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan pihaknya selalu memberikan wadah untuk aspirasi masyarakat dalam berkomunikasi kepada instansi terkait kebutuhan sarpras perkebunan. Hal ini untuk membantu meningkatan hasil perkebunan yang dikelola.
“Mulai dari sekarang Bapak Bupati melalui Kepala Dinas harus sering turun langsung mengawal dan mendampingi petani, siapkan persyaratan agar usulan PSR dan sarprasnya dapat terealisasi,” ujarnya.
Sarpras merupakan kegiatan mengintegrasikan seluruh aspek dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit dalam rangka meningkatkan produktivitas kelapa sawit milik petani. Pelaksanaan penyediaan sarpras dalam kerangka pendanaan BPDPKS diarahkan pada kriteria wilayah yang memenuhi persyaratan teknis untuk pengembangan kelapa sawit diutamakan pada daerah perbatasan, daerah pasca konflik, daerah pasca bencana dan daerah tertinggal/miskin serta kebun yang menggunakan benih tidak bersertifikat (illegitim).
Penyediaan sarpras bagi pekebun kelapa sawit dapat dilakukan melalui Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi Perkebunan dan Kelembagaan Pekebun lainnya secara langung. Sarpras tersebut berupa benih, pupuk, pestisida, alat pascapanen dan pengolahan hasil, jalan kebun dan jalan akses ke jalan umum dan/atau ke pelabuhan, alat transportasi, mesin pertanian, pembentukan infrastruktur pasar serta verifikasi atau penelusuran teknis.
Direktur Utama BPDPKS mengatakan kegiatan penyediaan sarpras perkebunan kelapa sawit bertujuan untuk memperbaiki sarpras untuk tanaman, kebun dan pengelolaannya sesuai dengan teknik budidaya kelapa sawit yang baik. “Selain itu juga untuk meningkatkan produksi, produktivitas, mutu dan keberlangsungan usaha kelapa sawit pekebun secara berkelanjutan,” katanya.
Berkaitan dengan bantuan dana sarpras dari BPDPKS untuk pekebun, Ditjenbun sudah mengeluarkan SK Dirjenbun No 144/2020 dan ditindaklanjuti oleh BPDPKS dengan Peraturan Dirut No 7/2020. Sarpras yang dapat dibiayai adalah benih, pupuk, pestisida, alat pasca panen dan pengolahan, pembuatan dan peningkatan jalan kebun, jalan akses ke jalan umum atau pelabuhan, rehabilitasi tata kelola air, alat transportasi, mesin pertanian, pembentukan infrastruktur pasar dan verifikasi teknis untuk ISPO.
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Heru Tri Widarto, secara garis besar syarat untuk mendapatkan dana sarpras mirip dengan PSR. Harus ada usulan ke dinas kabupaten/kota kemudian proses verifikasi.
Sasarannya juga sama petani harus berkelompok hanya penerimanya jangan berhimpitan dengan penerima PSR. Dana Sarpras untuk perluasan maka bantuannya adalah benih, pupuk dan pestisida, sedang untuk intensifikasi pupuk dan pestisida. Petani yang sudah panen bisa mengajukan alat panen, jalan produksi, alat pasca panen,alat transportasi dan PKS mini.
Khusus PKS mini harus dilakukan studi lebih mendalam, harus dipetakan dengan benar. “Jangan sampai diajukan di daerah yang banyak PKS nanti malah kontraproduktif, bisa memicu TBS jalan ke mana-mana. Harus dihitung dengan benar kapasitas gapoktan yang ada dan selama ini dipasarkan ke mana. Jangan sampai bantuan malah jadi monumen,” katanya. (ANG)