JAKARTA – Indonesia berusaha mencegah label negara berisiko tinggi (high risk country) pada country benchmarking system EUDR melalui intensifikasi komunikasi dengan Uni Eropa. Upaya ini dilakukan oleh Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on EUDR yang dibentuk oleh pemerintah. Jika masuk kategori risiko tinggi, Indonesia akan dipandang sebagai negara yang tidak punya regulasi mencegah deforestasi.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan kampanye negatif bebas deforestasi yang digaungkan Ui Eropa sudah masuk ke regulasi melalui EUDR. Akibatnya, Indonesia tidak dapat membantah karena regulasi ini sudah diberlakukan.
“Yang dapat dilakukan Indonesia adalah bernegosiasi dan berkomunikasi dalam Ad Hoc Joint Task Force on EUDR,” kata Musdhalifah di Jakarta pada 14 Agustus 2023. Dengan dialog ini, maka perdagangan sawit dengan Uni Eropa senilai 3,5 juta ton per tahun tetap berjalan.
“Ui Eropa mau enggak beli sawit kita. Kalau pakai EUDR, terus kita tidak berkomunikasi apa yang sudah kita lakukan, kondisi rakyat kita, industri kita, tidak ada perdagangan dengan Uni Eropa. Karenanya, kita sampaikan punya ini, bisa enggak jadi bagian (EUDR) agar kita tetap berdagang dengan Uni Eropa,” katanya.
Melalui negosiasi itu Indonesia minta tidak dimasukkan sebagai high risk country dalam country benchmarking system EUDR. “Jangan sampai karena 1-2 komoditas membuat Indonesia dicap high risk country dengan standar mereka. Itu paling kita tentang,” katanya. Padahal Indonesia sudah memiliki banyak sekali yang mendorong no deforestation.
Musdhalifah mengatakan dengan Ad Hoc Joint Task Force on EUDR, pemerintah Indonesia tengah memperjuangkan skema Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) agar diakui Uni Eropa. “Kita sudah punya ISPO yang sampai sekarang mereka belum mau mengakui bahwa kita punya standar sustainability yang sama dengan standar lainnya. Dengan EUDR, mereka seolah punya standar sendiri yang tidak mungkin kita bisa jalankan. Masa mau dari nol, kita tidak mau dari nol, kita mau apa yang sudah kita miliki (jadi bagian mereka),” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan Indonesia tidak mungkin mendorong penghapusan EUDR karena sudah ditetapkan. “Indonesia sudah banyak berjuang untuk no deforestation sehingga wajar negara kita tidak diklasifikasikan sebagai high risk country,” tutur Eddy.
Tentang pengalihan pasar ekspor, Eddy mengatakan opsi pengalihan ekspor ke pasar sawit baru bisa menjadi pilihan bagi Indonesia jika negosiasi menemui jalan buntu. “Dalam hal tertentu, ya sudah kita alihkan saja pasar sawit kita ke negara atau pasar yang baru,” katanya. Jika Indonesia tidak memasok minyak sawit, Uni Eropa pasti bingung sendiri. Sebab, tidak semua produk mereka bisa disubstitusi dengan minyak nabati lain. (PEN)