JAKARTA – Ada sekitar 20.000 hektare (ha) kebun sawit milik anggota Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia diklaim pemerintah masuk kawasan hutan. Padahal kebun sawit tersebut telah memiliki sertifikat dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Data yang masuk ke pengurus Aspekpir, ada sekitar 20.000 ha kebun anggota kami yang diklaim masuk kawasan hutan,” ujar Ketua Aspekpir Riau Sutoyo saat berbincang dengan SAWITKITA di Wisma Tani, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Menurutnya, kebun sawit tersebut, dulunya merupakan lahan yang diberikan pemerintah kepada warga transmigran pada tahun 1980-an. Karena itu, dirinya heran lahan yang diberikan pemerintah di era orde baru tersebut kini diklaim masuk kawasan hutan.
Baca Juga: Aspekpir Galakkan Pembuatan Biochar dari Tandan Kosong Sawit
Menyikapi persoalan tersebut, Pengurus Aspekpir mengadukan persoalan tersebut kepada Komisi IV DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Ketua Umum Aspekpir Setiyono menjelaskan saat ini ada ribuan hektare kebun kelapa sawit petani plasma yang tergabung dalam Aspekpir diklaim masuk dalam kawasan hutan. Padahal kebun tersebut telah bersertifikat dan sudah dikelola oleh petani selama kurang lebih 40 tahun.
“Kita heran kebun plasma justru menjadi salah satu target sasaran penertiban oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Kita juga khawatir ini justru menjadi objek yang dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mendapatkan keuntungan tertentu,” katanya di hadapan Anggota Komisi IV DPR RI.
Baca Juga: Aspekpir Dorong Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat
Setiyono merinci, masalah klaim kawasan hutan tadi berdampak besar kepada petani kelapa sawit. Seperti petani tidak lagi mendapat dukungan pendanaan program peremajaan dan program sarpras dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP). Termasuk juga pembiayaan dari sejumlah perbankan.
Klaim kawasan hutan itu juga menyebabkan petani merasa cemas dan resah atas kepastian kepemilikan lahan. Akhirnya petani juga meragukan kredibilitas lembaga sertifikasi.
“Kondisi itu juga membuat kita petani plasma meragukan keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya. Akibat klaim itu, pelaksanaan program peremajaan sawit juga terhambat,” tuturnya.
Padahal, lanjut Setiyono, peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan salah satu bentuk semangat mewujudkan visi indonesia Emas 2045. Lebih jauh, klaim kawasan hutan pada kebun bersertifikat itu menurunkan semangat investasi di perkebunan kelapa sawit.
Baca Juga: Aspekpir Jalin Kerja Sama Strategis dengan SAWITKITA
Untuk itu, melalui Komisi IV DPR RI pihaknya berharap dapat menyambungkan aspirasinya agar pemerintah dapat segera menyelesaikan masalah lahan petani sawit plasma yang diklaim masuk ke dalam kawasan hutan, guna memberikan kepastian hak kepemilikan oleh petani sawit plasma.
Kemudian meminta menteri transmigrasi segera menginventarisir wilayah penempatan transmigrasi untuk memastikan hak atas tanah yang menjadi peruntukan bagi peserta trans baik yang telah terbit sertifikat maupun yang belum. Selanjutnya Menteri ATR/BPN segera menginventarisir hak atas tanah peserta transmigrasi yang telah diterbitkan sertifikat hak milik maupun yang belum terbit sertifikatnya.
“Kita juga berharap Menteri Kehutanan segera menelaah peta kawasan untuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai penetapan program transmigrasi, untuk segera dikeluarkan dari kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain. Ini bertujuan agar kepastian hak atas tanah para trans menjadi jelas yang sebelumnya peserta transmigran dijuluki pahlawan pembangunan,” paparnya.
Pada pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman, Komisi IV DPR RI meminta agar Aspekpir menyampaikan data luas lahan/peta wilayah yang menjadi obyek penyitaan satgas PKH kepada Kementerian Kehutanan melalui Komisi IV DPR RI agar dapat ditindaklanjuti. Selanjutnya Komisi IV DPR RI akan melakukan kunjungan spesifik ke lokasi terkait.
Kemudian Komisi IV DPR RI akan melakukan rapat dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan dan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membahas permasalahan sawit rakyat yang masuk dalam kawasan hutan. (SDR)