JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI (ESDM) menyampaikan bahwa penyaluran bahan bakar campuran jenis biodiesel 40% (B40) hingga 14 Februari 2025 telah mencapai 1,2 juta kiloliter (kl) sejak diedarkan pada awal tahun ini.
Jumlah tersebut sesuai ekspektasi, sehingga diyakinkan bisa sesuai target penyaluran tahunan, yakni 15,6 juta kl. Dengan begitu, akan ada penurunan emisi karbon sebanyak 41 juta ton CO2, khususnya pada kendaraan bermotor.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, dalam acara Toyota Carbon Neutrality di Gambir Expo, JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Baca Juga: Penerapan B40 Bisa Kurangi Emisi Karbon 41,46 Juta Ton
“Kalau nanti emisi dari B40 atau biodiesel ini bisa diklaim jadi satu nilai karbon, bisa diuangkan, mudah-mudahan ini nanti bisa membantu Pertamina mengakselerasi (standar emisi) Euro 5,” kata dia.
Sembari mempersiapkan regulasi atas nilai ekonomi karbon yang didapat dari penurunan emisi menggunakan biodiesel, pihaknya disebut tengah mematangkan program B50. Eniya menyebut B50 saat ini sedang dilakukan pengujian. Oleh karenanya, diharapkan sektor transportasi dapat berpartisipasi dalam road test dalam beberapa waktu mendatang.
“Kapan mandatori B50? Sekarang sedang diuji, dites, nanti mohon bantuan juga dari sektor transportasi untuk bersama-sama,” ujarnya.
Baca Juga: UD Trucks Aman Tenggak BBM Biodiesel B40
Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi yang terbuat dari campuran minyak nabati yang diolah menjadi ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) dengan BBM fosil.
Tipe B40 berarti bahan bakar dimaksud memiliki kadar campuran FAME 40% dan diesel fosil 60%. B50 memiliki kadar campuran masing-masing 50%, atau B100 yang murni hanya terbuat dari FAME minyak kelapa sawit.
Adapun program mandatori biodiesel sendiri sudah berjalan sejak 2008 silam, dimulai dengan adanya B25 atau biodiesel dengan campuran kadar 25%. Selain program biodiesel campuran, pemerintah juga mengembangkan bioetanol.
Untuk bahan bakar ini, Eniya menyebut sudah ada upaya dari Pertamina dan Toyota, namun memang saat ini belum dimandatorikan. “Jadi mudah-mudahan dengan peraturan menteri yang sekarang sedang dibahas, nanti bisa dimasukkan sebagai mandatori, tapi ini baru usulan ya, belum ditetapkan oleh Pak Menteri. Nanti akan dibuat bagaimana sih skemanya, tata kelolanya,” kata dia. (ANG)