JAKARTA – Konferensi Tahunan (Roundtable) RSPO kembali digelar di Jakarta pada 20-22 November 2023. Mengambil tema “Partners for the Next 20”, forum ini digelar untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak yang berkepentingan dalam mengambil tindakan konkret untuk mengatasi tantangan utama yang dihadapi oleh industri kelapa sawit berkelanjutan.
Ada yang menarik dari RSPO kali ini, karena di forum ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh akan meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Program peta jalan ini layak diacungi jempol, karena Aceh menjadi salah satu provinsi yang memiliki Peta Jalan Menuju Sawit Berkelanjutan.
Sebagai salah satu daerah penghasil sawit yang komoditasnya sudah diserap di pasar global, tentu saja Peta Jalan ini akan membuat sawit dari Aceh bernilai lebih tinggi. Dengan peta jalan ini, Pemprov Aceh bisa menunjukkan kepada pembeli kelapa sawit global bahwa pasokan kelapa sawitnya sudah memenuhi aspek keberlanjutan.
Artinya produksi sawit yang dihasilkan tidak merusak ekosistem. Inisiatif Pemprov Aceh ini merupakan terobosan baru di level daerah dalam mendorong pengembangan sawit berkelanjutan.
Dalam pidatonya yang disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Aceh, Bustami Hamzah, PJ Gubernur Aceh, Achmad Marzuki menyatakan kesiapan Aceh untuk mendorong peningkatan akses pasar premium dan investasi hijau di sektor kelapa sawit. Tentunya dengan pengembangan model baru dalam pengelolaan konsesi perkebunan yang berdasarkan prinsip berkelanjutan, restorasi kawasan melalui agroforestri, dan menyiapkan industri turunan kelapa sawit yang bersumber kepada produksi sawit yang terverifikasi.
Proses penyusunan peta jalan ini tak lepas dari dukungan banyak pihak, baik perusahaan swasta maupun lembaga masyarakat sipil yang selama ini fokus mendukung keberlanjutan pengembangan kelapa sawit di Aceh. Salah satunya adalah Yayasan Inisiatif Dagang Indonesia (YIDH).
Sebagai salah satu inisiator, YIDH aktif memfasilitasi kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta dalam mengimplementasikan program sawit berkelanjutan di Provinsi Aceh.
“YIDH sebagai pihak yang ikut membantu pemerintah Aceh mewujudkan Peta Jalan KSB ini menggunakan kerangka pendekatan lanskap yang kami sebut sebagai ‘Produksi, Proteksi, dan Inklusi (PPI) Compact’ untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan komoditas di suatu wilayah yang terpadu dan berkelanjutan, dengan mempertahankan kelestarian ekosistem alami dan pelibatan unsur-unsur masyarakat,” ujar Nassat Idris, Ketua Yayasan IDH Indonesia.
PPI Compact kemudian disusun dan disepakati oleh multipihak yakni pemerintah, swasta, dan lembaga masyarakat sipil. Dari sisi produksi misalnya, ditetapkan berapa target peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dari sisi proteksi, disepakati berapa wilayah hutan yang yang harus direstorasi.
Setelah kesepakatan dicapai, YIDH mendorong para multipihak untuk berkontribusi melalui sumber daya yang mereka miliki agar target PPI dapat terwujud. Untuk pelaksanaan Peta Jalan itu, YIDH akan mengajak para multipihak mulai dari pemerintah, NGO dan perusahaan swasta untuk membentuk Project Management Unit di tingkat provinsi.
Project Management Unit inilah yang akan mengoperasionalkan implementasi Peta Jalan ini. Mereka juga akan menyusun rencana aksi (action plan) terkait kelapa sawit di Provinsi Aceh. Program dan target peta jalan ini akan dioperasionalkan sebagai rencana aksi di dokumen strategis Aceh, seperti Rencana Induk Perkebunan.
“YIDH akan tetap mendukung operasional peta jalan supaya tak hanya jadi dokumen saja, tetapi mengintegrasikan ke dalam rencana program pembangunan. Mulai dari RT, RW, hingga rencana induk perkebunan dan rencana investasi daerah,” lanjut Idris.
Sebagai salah satu inisiator, YIDH optimistis Peta Jalan akan sukses dijalankan. Pasalnya, sebelum Peta Jalan ini diresmikan, program sawit berkelanjutan di Aceh Tamiang sebagai pilot project sudah berjalan lancar. Model inilah yang akan menjadi contoh dan diterapkan di 13 kabupaten lainnya.
Peta Jalan Kelapa Sawit Berkelanjutan berperan penting dalam mendukung tercapainya target nasional untuk memberikan sertifikasi RSPO kepada 1 juta petani kelapa sawit pada tahun 2025 mendatang. (SDR)