DENPASAR – Mahasiswa Universitas Udayana diharapkan bisa meluruskan informasi dalam menjawab mitos atau isu negatif sawit kepada turis asing yang mengunjungi Bali. Keberadaannya sangat penting mengingat Bali merupakan ‘jendela’ Indonesia di mata dunia.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Penyusun dan Sosialisasi buku Mitos vs Fakta Sawit: Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Global, Ekonomi, dan Lingkungan Global edisi keempat, Tungkot Sipayung kepada puluhan mahasiswa dari Program Studi Agribisnis Universitas Udayana di Aula Nusantara Agrokomplek Universitas Udayana, Rabu (8/11/2023).
Menurut Tungkot, meskipun Bali tidak ada kebun sawit, Universitas Udayana menjadi target sosialisasi dalam bedah buku ini, karena terkait banyak hal krusial. “Pertama, Bali adalah jendela Indonesia ke dunia internasional. Mahasiswa di Bali harus memahami sawit dan kontribusinya baik bagi masyarakat Indonesia maupun global,” kata Tungkot.
Tungkot berharap mahasiswa Udayana dapat menjadi promotor yang menyebarkan informasi kebaikan sawit atau menjawab mitos atau isu sawit kepada turis mancanegara yang mengunjungi Bali.
“Kedua, hilirisasi sawit ada di Bali. Banyak produk sawit seperti minyak goreng, margarin, sabun, shampoo, conditioner, hingga biodiesel yang digunakan oleh sektor pariwisata di Bali,” kata Tungkot yang juga sebagai Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) ini.
Pria kelahiran Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara ini mengatakan hal itu menunjukkan bahwa pasar produk sawit di Bali sangat besar dan berpotensi masih terus berkembang ke depannya.
Alasan ketiga, lanjut Tungkot, banyak forum sawit berskala nasional maupun internasional dilaksanakan di Pulau Dewata ini. “Misalnya acara IPOC sebagai konferensi industri sawit terbesar di dunia yang turut mengundang berbagai stakeholder sawit nasional maupun global diselenggarakan setiap tahun di Bali,” ungkap Tungkot.
Dalam paparannya, Tungkot menekankan bahwa hanya minyak sawit satu-satunya minyak nabati dunia yang memiliki tata kelola berlanjutan dan sistem keberlanjutan. “Masyarakat Eropa bilang sawit tidak sustainable, faktanya hanya sawit yang punya sertifikasi sustainability seperti ISPO, MSPO, RSPO. Sedangkan minyak rapeseed, minyak bunga matahari (sun flower), minyak kedelai (soybean) tidak punya itu,” papar Tungkot.
Hal tersebut, kata Tungkot, menjadi salah satu isu yang banyak beredar di sosial media. Oleh karena itu, Tungkot berpesan kepada mahasiswa Universitas Udayana yang mengikuti acara bedah buku tersebut untuk selalu melakukan check and re-check atas isu atau mitos sawit yang tersebar di sosial media.
Di acara yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kabul Wijayanto mengungkapkan bahwa sawit merupakan sektor penting bagi perekonomian Indonesia, termasuk sebagai sumber devisa.
Kabul mengingatkan besarnya peran sawit dan produk turunannya dalam kehidupan umat manusia saat ini. Dia lalu mengutip slogan yang disampaikan Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman saat menjadi pembicara dalam acara ‘19th Indonesia Palm Oil Conference’ di The Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, pekan lalu. Slogan tersebut berbunyi “No Palm Oil, No Life” atau “Tidak Ada Minyak Sawit, Tidak Ada Kehidupan”.
Di acara tersebut, Kabul juga mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri sawit saat ini, baik yang berasal dari global maupun domestik. Menurutnya, salah satu penyebab munculnya tantangan tersebut karena ketidaktauan publik global maupun domestic terhadap sawit dan peranannya.
Kabul menilai banyak masyarakat Eropa tidak mengetahui bahwa pohon sawit memiliki tinggi sekitar 15-18 meter dengan canopy cover yang tinggi. Kondisi fisik pohon sawit tersebut, kata Kabul, dapat berperan sebagai “paru-paru” ekosistem. “Oleh karena itu, kehadiran buku Mitos vs Fakta Sawit Edisi Keempat yang berbasis data dan studi empiris berperan penting dalam mengadvokasi publik,” ujar Kabul.
Acara bedah Buku Mitos vs Fakta Sawit Edisi Keempat yang diterbitkan oleh PASPI dan BPDPKS ini dilakukan Dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Udayana Dr Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya SP M.Agr.
Acara ini juga melibatkan akademisi dari berbagai program studi di Universitas Udayana sebagai pembedah buku. Mereka yakni Prof Dr Ir Made Antara MS (Dosen Program Studi Agribisnis Faperta), Ni Nyoman Clara Listya Dewi SIP MA (Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), Dr I Wayan Rai Widarta STP MSi (Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan).
Gusti Alit Susanta Wirya berpesan kepada mahasiswa Faperta Universitas Udayana untuk memanfaatkan seminar tersebut. Khususnya, kata Gusti Alit, sebagai momentum untuk lebih mengenal sawit sebagai komoditas perkebunan utama bagi Indonesia.
Di acara itu, para akademisi pembedah juga turut mengapresiasi diterbitkannya buku Mitos vs Fakta Sawit Edisi Keempat. Mereka menilai buku itu dapat dijadikan sebagai bahan edukasi dan literasi scientific-based bagi mahasiswa dan akademisi.
Selain itu, mereka menilai buku ini juga dapat menjadi bahan diplomasi sawit Indonesia karena memuat informasi terkait kontribusi sawit. Khususnya, kata mereka, dalam peningkatan kesejahteraan petani sawit, sumber devisa bagi Indonesia, dan berkontribusi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Dalam acara bedah buku di Universitas Udayana ini juga diumumkan pemenang lomba konten kreatif sawit kategori video dan infografis yang telah diikuti oleh mahasiswa se-Bali. Karya peserta lomba mengangkat topik-topik dalam Buku Mitos vs Fakta Sawit Edisi Keempat. Hasil karya peserta dapat dilihat di http://palmoilina.asia/program-bedah-buku/mitos-fakta-unud/ (NYT)