JAKARTA – Diskriminisasi Uni Eropa melalui Undang-undang (UU) Deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR) berdampak serius terhadap komoditas perkebunan Indonesia. Beberapa komoditas yang terdampak antara lain kopi, kakao, sapi, kayu, karet, kedelai, juga cokelat, dan produk hilir konsumsi turunan minyak sawit.
Dalam Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa, eksportir komoditas ini diwajibkan untuk mencantumkan asal-usul produk pada saat uji tuntas (due diligence) sebelum masuk ke Uni Eropa. Aturan ini dinilai sebagai cara Uni Eropa melindungi produk minyak nabati mereka yang kalah bersaing dengan minyak sawit. Indonesia dan Malaysia melayangkan protes melalui joint mission ke UE sejak akhir Mei 2023 yang lalu.
“Protes pemerintah RI maupun Malaysia atas kebijakan EUDR sudah tepat. Selain kebijakan tersebut bersifat diskriminatif kebijakan EUDR merupakan kebijakan nontariff barrier yang bertentangan dengan prinsip WTO,” kata Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung seperti dikutip dari laman CNBC Indonesia pada 8 Juni 2023.
Selain melayangkan protes, Indonesia dapat menekan Uni Eropa dengan berbagai saluran baik diplomasi, maupun ancaman retaliasi dengan mengancam pembatalan berbagai kerja sama ekonomi. Selain itu, Indonesia bisa memberlakukan kebijakan serupa yang diterapkan Uni Eropa yakni mewajibkan sertifikasi bebas deforestasi pada produk asal UE yang masuk Indonesia.
“Bahkan kita bisa mulai berlakukan kebijakan minimum emisi karbon. Setiap produk asal EU yang masuk ke Indonesia diminta agar ada sertifikasi bahwa emisi karbon produk tersebut harus lebih rendah dari emisi produk yang sejenis di Indonesia,” katanya.
Selain melakukan perlawanan dengan peraturan sejenis, Tungkot menyarankan pemerintah menyiapkan strategi diversifikasi pasar minyak sawit ke kawasan lain seperti Afrika, Eropa Timur dan Asia Tengah. Yang tidka kalah penting adalah memperbesar penyerapan minyak sawit mentah lebih besar di dalam negeri.
Aspek legalitas kebun sawit yang menjadi masalah selama ini juga harus diselesaikan. “Agar tidak ada lagi kebun sawit yang diklaim dalam kawasan hutan seperti yang dilakukan Malasya,” katanya. (NYT)