JAKARTA – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui keberlanjutan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) dilanjutkan oleh pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto di tahun 2024-2029.
Menanggapi keputusan bersama itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah, mengatakan keputusan Prabowo Subianto untuk melanjutkan RAN-KSB ini adalah langkah tepat, setelah pemerintah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang RAN-KSB Tahun 2019-2024.
Inpres tersebut memberikan mandat kepada 14 kementerian/lembaga, 26 pemerintah provinsi sentra penghasil sawit, serta 217 pemerintah kabupaten sentra penghasil kelapa sawit untuk melaksanakan program RAN-KSB sebagai peta jalan untuk perbaikan tata kelola kelapa sawit berkelanjutan secara menyeluruh.
“RAN KSB adalah inisiatif pemerintah untuk memperbaiki tata kelola pengembangan industri sawit,” kata Piter Abdullah dikutip dari Media Indonesia, Senin (1/4/2024).
Menurut Piter, Indonesia saat ini menjadi negara dengan produsen sawit terbesar di dunia dan hal ini patut mendapat perhatian serius oleh pemerintahan selanjutnya untuk meningkatkan ekonomi nasional, termasuk menjalankan inpres yang terdiri dari 5 komponen, 28 program, 92 kegiatan, dan 118 keluaran.
“Sawit sendiri adalah produk andalan utama Indonesia. Perbaikan tata kelola akan meningkatkan peran industri sawit dalam perekonomian Indonesia,” ucap dia.
Diketahui, lima komponen RAN-KSB sebagaimana Inpres No 6 Tahun 2019 yakni penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur, peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa, dan dukungan percepatan pelaksanaan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan peningkatan akses pasar produk kelapa sawit.
Lewat kebijakan-kebijakan ini, Piter yakin pemerintahan baru nanti mampu mengelola kekayaan sawit Indonesia dengan baik dan bisa mendatangkan keuntungan besar bagi negara, dan hal tersebut menjadi harapan semua pihak. “Sudah tentu harapannya demikian meningkatkan ekonomi nasional,” jelasnya.
Piter pun memastikan aturan terkait dengan RAN-KSB ini diharapkan menjadi pagar atau pengikat bagi para pengambil kebijakan untuk tidak semena-mena dalam mengeluarkan kebijakan terkait dengan pengelolaan kelapa sawit di Indonesia. Meski, para oknum pejabat pernah terlibat dalam masalah pengelolaan kelapa sawit.
Diketahui, Indonesia menjadi negara produsen sawit terbesar di dunia dengan total produksi lebih dari 56 juta ton dan ekspor mencapai 26,33 juta ton. Sawit menjadi salah satu komoditas strategis bagi Indonesia dalam meningkatkan perekonomian nasional.
Indonesia mencatatkan nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya di 2023 mencapai USD28,45 miliar atau sekitar 11,6% terhadap total ekspor nonmigas dan menyerap lebih dari 16 juta orang tenaga kerja. (ANG)