JAKARTA – PT Sumber Wangi Alam (SWA) mengharapkan tegaknya hukum demi terwujudnya iklim usaha yang kondusif di Indonesia. Hal ini sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya seluruh pihak baik lembaga, kementerian, termasuk kepala daerah untuk menciptakan perbaikan iklim investasi dan akan menjadi fokus pemerintahan baru nantinya.
Direktur SWA, Ricky Sitorus menyampaikan harapan agar perintah presiden tersebut terlaksana dengan baik. Hal ini seiring dengan kepemilikan lahan seluas 633 hektare (ha) dari total lahan 3.100 ha kebun sawit sejak 2011 tidak dapat dikelola oleh SWA selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU). Lahan tersebut berlokasi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir (OKI).
Menurut Ricky, terdapat beberapa orang yang mengatasnamakan warga masyarakat setempat mengklaim bahwa lahan 633 ha yang berada di dalam HGU Perusahaan merupakan milik 315 kk dan mereka memegang 315 SKT (Surat Kepemilikan Tanah).
“Seharusnya diuji saja dahulu di pengadilan keabsahannya dengan produk hukum yang diterbitkan negara, yaitu HGU dari Badan Pertanahan Nasional,” jelas Ricky.
Mereka, kata Ricky, seharusnya tidak menduduki lahan dan mengambil hasil dari lahan yang sudah ditanami kelapa sawit oleh perusahaan. “Mereka seharusnya tidak menghalangi kelancaran aktivitas investasi di daerah, sebelum memperoleh hak berupa keputusan hukum yang mengikat dari negara,” tegasnya kepada wartawan.
Hal yang kemudian disesalkan perusahaan, lanjut Ricky, adalah adanya informasi yang dirilis di situs resmi Divisi Humas Mabes Polri pada tanggal 3 Mei 2024, yaitu “Pihak perusahaan harus mengakui lahan masyarakat tersebut”. Tentu hal ini membuat ketidakpastian iklim investasi di dalam negeri.
Namun, menurut Ricky, perusahaan dapat memaklumi bahwa informasi yang sudah terlanjur dipublikasi secara luas oleh para penegak hukum kita tersebut didasari atas putusan “Niet Onvankelijke Verklaard (N O)”, yang belum secara lengkap dipahami pemaknaannya, sehingga terjadilah penerapan penegakan hukum yang jauh melampaui amar putusan hukum itu sendiri.
Tentu informasi hukum yang kurang pas tersebut akan disikapi secara tidak tepat oleh masyarakat awam, bahkan dapat memicu terjadinya tindakan melawan hukum dari orang awam.
Niet Ontvankelijke Verklaard (N O) sendiri merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil. Ini artinya, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan dalam putusan untuk dieksekusi.
“Kita tetap mengedepankan hal-hal positif mendorong iklim investasi yang pasti sesuai kaidah hukum positif yang berlaku,” harap Ricky.
“SWA selaku pemegang otoritas lahan sesuai HGU yang diperoleh dari negara (BPN) seharusnya diberikan kepastian melakukan investasi dan menggarap lahan sesuai HGU,” lanjutnya.
Direktur SWA tersebut juga berharap agar oknum yang merasa sebagai memegang 315 SKT dapat diarahkan oleh pemangku kewenangan penegakan hukum supaya melakukan pengujian Surat Keterangan Tanah yang dimilikinya melalui jalur hukum pada lembaga peradilan.
Sehingga diperoleh suatu produk hukum yang pasti dan mengikat dari lembaga peradilan, tanpa harus melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum. Ketetapan hukum yang ditetapkan oleh lembaga peradilaninilah yang harus kita patuhi bersama, karena sifatnya mengikat bagi semua orang.
Ricky berharap para pemangku kewenangan di daerah baik penegak hukum maupun kepala daerah menyikapi arahan Presiden terkait kepastian hukum untuk membangun kepastian iklim usaha dan investasi yang kondusif.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi dalam arahannya pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi yang digelar Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Desember 2023 menekankan bahwa kepastian iklim investasi harus makin ditegakkan. Terlebih, tahun 2024, target realisasi investasi dicanangkan mencapai sebesar Rp1.650 triliun.
“Saya minta terus perbaiki iklim investasi, baik nasional maupun di daerah, dan tingkatkan realisasi investasinya. Yang dulu kita ini selalu berorientasi pada marketing, begitu investor datang pembebasan lahan gagal, perizinan ruwet, balik lagi itu investornya nggak jadi investasi. Konsentrasi kita sekarang ini bukan di-marketing tapi penyelesaian masalah di dalam negeri kita sendiri,” tegas Jokowi.
Arahan Jokowi tersebut disampaikan didampingi Menteri BUMN Erick Thohir yang saat itu merangkap sementara sebagai Menteri Koordinator Marinves, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. (ANG)