JAKARTA – Wilmar Grup buka suara soal penetapan status tersangka pada salah satu pejabatnya dalam kasus dugaan suap hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Kejaksaan Agung (Kejagung) menuduh Head Social Security Legal Wilmar Grup, Muhammad Syafei menyuap majelis hakim agar perusahaan tersebut mendapat putusan lepas (ontslag) dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) pada Januari-April 2022.
Perwakilan Wilmar Grup menyatakan bahwa perusahaannya tengah membantu Kejagung dalam menuntaskan proses hukum berkaitan kasus tersebut. Hal ini disampaikan untuk menunjukkan posisi perusahaan untuk kooperatif dengan aparat penegak hukum.
“Saat ini kami sedang membantu proses penyelidikan,” kata seorang perwakilan Wilmar Grup yang tidak ingin disebutkan namanya, seperti dikuti Bloomberg Technoz, Rabu (16/4/2025).
Baca Juga: Diduga Terima Suap Kasus Ekspor CPO, Empat Hakim Ditangkap
Dalam kasus ini, penyidik menuduh Syafei memberikan uang senilai Rp60 miliar kepada Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanto. Uang tersebut adalah imbalan kepada Arif untuk membentuk majelis hakim yang akan menjatuhkan putusan ontslag pada Wilmar Grup.
Suap diberikan melalui seorang pengacara bernama Ariyanto yang sebelumnya sudah berkonsultasi dengan panitera muda PN Jakarta Pusat Wahyu Gunawan. Suap diberikan agar sejumlah perusahaan Wilmar Grup bisa bebas dari tuntutan pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya Januari-April 2022.
“Setelah ada komunikasi antara Tersangka AR (Ariyanto) dan MSY (Syafei), kemudian Tersangka AR bertemu dengan MSY di parkiran SCBD. Dan, selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada Tersangka AR,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar.
Baca Juga: Diduga Suap Rp60 Miliar, Kejagung Tahan Legal PT Wilmar
Kejaksaan memang menetapkan tiga grup perusahaan sawit sebagai tersangka kasus korupsi ekspor minyak goreng. Mereka adalah lima perusahaan di bawah Wilmar Grup; lima perusahaan di bawah Permata Hijau Grup; dan tujuh perusahaan di bawah Musim Mas Grup.
Perkara ketiganya pun telah dilimpahkan ke pengadilan dan menjalani persidangan hingga putusan 19 Maret lalu. Dalam putusan tersebut, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Menurut Qohar, awalnya Syafei meminta hakim menjatuhkan vonis bebas dengan imbalan Rp20 miliar. Akan tetapi, sesuai pembicaraan Ariyanto dan Wahyu, hakim hanya bisa memberikan putusan ontslag namun dengan imbalan Rp60 miliar.
“Lalu Tersangka MS (Marcella Santoso) menghubungi MSY. Dan MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam mata uang asing,” ujar Qohar.
Baca Juga: MA Berhentikan Sementara Hakim dan Panitera Tersangka Suap Kasus CPO
“Uang tersebut oleh tersangka WG (Wahyu) diserahkan kepada Tersangka MAN (Arif). Dan Tersangka WG diberikan uang sebesar USD50.000 oleh Tersangka MAN.”
Kendati begitu, Qohar menegaskan pihaknya masih melakukan pendalaman atas sumber dana yang disiapkan Syafei. Dia memberikan sinyal adanya peluang dana tersebut turut disiapkan dua korporasi lainnya yang terjerat dalam perkara itu, yakni Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup. (ANG)